Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta Retro dan Becak sebagai Ikonnya

18 Januari 2018   17:30 Diperbarui: 18 Januari 2018   17:39 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dipungkiri banyak orang Jakarta terutama yang terpelajar dan merasa mempunyai impian masa depan tentang Jakarta, terhenyak dengan ide Anies Baswedan Gubernur Jakarta periode 2017-2022. 

Masalahnya ide Anies itu datang ketika Jakarta baru saja tercabik-cabik dalam isu-isu SARA yang membuat masyarakat terbelah antara yang mendukung "fanatisme kelompok" dan Pemikiran visioner ke depan. Yang mendukung fanatisme kelompok mungkin terjebak dalam faksi, politik dan cita-cita berdasarkan kesamaan idelogi dan agama. 

Kelompok ini mempunyai cita-cita untuk mengubah wajah lama Jakarta yang sudah berbau"aseng, asing dan sosialis, menjadi kota yang penuh dengan aktifitas keagamaan, santun, dengan ormas-ormas "pribumi" yang lebih dominan menggerakkan roda pemerintahan dan penguasaan ekonomi. 

Kota diarahkan untuk menampilkan keramahan ketimuran yang kental, namun agak tercoreng dengan pemahanan keagamaan yang cenderung fanatik sebab dalam perhelatan pemilihan kepala daerah kemarin jargon Pribumi, penistaan agama, keberpihakan pada wong cilik mampu menjungkalkan, pemikiran modern; rapinya organisasi, aturan yang tegas, kerja keras birokrat dan transparansi dengan penerapan e-budgeting, dan keterukur an sehingga meminimalisir munculnya birokrat nakal yang memanfaatkan jabatan untuk Korupsi. Kesantunan mengalahkan blak-blakan tanpa tedeng aling-aling meskipun kesantunan kadang berbalut kemunafikan.

Anies Baswedan- Sandiaga Uno, Gubernur dan wakil Gubernur terpilih seperti mementahkan semua rencana gubernur sebelumnya tentang konsep SMART CITY. Hampir semua program tinggalan Ahok dan Djarot direvisi, bukan karena jelek tapi semata-mata ingin menghilangkan jejak Ahok dari pemerintahan Jakarta. 

Tapi itu hak gubernur terpilih, mereka mempunyai skala prioritas sendiri tentang bagaimana merekayasa Jakarta sebagai metropolitan menurut mau mereka. Kalau Ahok mempunyai konsep untuk mendekatkan Jakarta dengan Kota-kota modern dunia, penulis merasa Anies mempunyai nostalgia masa lalu yaitu dengan membawa Jakarta pada kenangan ketika becak masih hilir mudik di jantung republik ini. 

Ia ingin abang-abang becak dan buruh-buruh, rakyat miskin kota berbahagia karena kembali memperoleh ruang hidup dengan moda disesuaikan dengan kantong "kaum jelata". 

Becak adalah alat transportasi berbasis tenaga manusia, tidak memakai bahan bakar dan cukup dengan modal betis dan genjotan yang kuat. Jalannya pun pelan sehingga bisa menikmati suasana kota dengan segala keruwetan jalannya. 

Barangkali dengan menyesap keringat abang becak dan melihat tetesan keringat yang mengalir di sekujur tubuhnya orang-orang Jakarta kembali merasakan Jakarta yang retro, atau anggaplah seperti mode pakaian yang bisa putar balik ke era-era sebelumnya.

Jakarta yang berpihak pada wong cilik

Sebagai warga yang lumayan bodoh saya mesti berpikir keras untuk memahami rasa kemanusiaan gubernur dan wakil gubernur. Bahkan kadang dengan sombongnya bersama teman diskusi penulis memandang sinis tentang segala kebijaksanaan gubernur baru. 

Duh, sebenarnya apa maunya sih gubernur baru ini, konsep bagus dari gubernur sebelumnya diacak-acak, sekarang malah melontarkan wacana untuk mengembalikan becak untuk transportasi ramah lingkungan di sekitar kompleks perumahan dan daerah-daerah seperti perkampungan padat penduduk. Pengamat transportasi menilai apa yang digagas Gubernur itu suatu kemunduran. 

Di saat teknologi semakin canggih dengan transportasi "online", pemikiran Retro Gubernur ini membuat pusing sebagian warga yang ingin Jakarta menjadi kota metropolitan yang mengutamakan kecepatan, kenyamanan, kemacetan yang terurai dan mendapatkan fasilitas transportasi publik yang terintegrasi. Jakarta ingin mengadobsi Yogyakarta, mengadopsi daerah-daerah kantong wisata retro, vintage yang masih kuat akar budaya dan tradisinya atau kota-kota di negara yang kuat mempertahankan tradisi dan bangunan- bangunan tua.

Apakah Jakarta memang cocok dengan konsep retro, sementara masyarakatnya membutuhkan kecepatan untuk bergerak dari satu tempat satu ke tempat lainnya. Jika becak kembali masuk ibukota apakah sudah dipikirkan matang-matang dampaknya bagi kecepatan masyarakat yang seharusnya menjadi mindset orang kota untuk mencapai target finansial dan pola berpikir ke depan yang mau tidak mau membutuhkan transportasi cepat dan modern.

Kemunduran atau Visioner?

Bisa jadi pemikiran Anies bagi sebagian warga bisa dimaklumi dan disyukuri, mereka yang memaklumi dan mengamini pemikiran Anies tentu berharap becak bisa mengobati rasa kangen mereka pada suasana Yogyakarta, Brebes, Tegal, Purwokerto dan daerah-daerah yang masih memakai becak sebagai transportasi rakyat. 

Jakarta sebagai kota urban adalah Jakarta yang mendengar  jerit penderitaan kaum urban yang kebetulan tidak beruntung berbagi kue kekayaan   dengan kaum etnis .  Keuletan dan perjuangan mereka (etnis tertentu) mampu meraih posisi perekonomian lebih baik.  kebetulan juga ternyata mereka minoritas dalam hal keyakinan.

Ada orang yang dengan isengnya menggoreng ketimpangan sosial itu untuk dijadikan senjata mengobok-obok kenyamanan dan ketentraman Jakarta. Sebut saja para politisi yang ahli dalam strategi memecahbelah suara rakyat. 

Dengan mengusung isu-isu sensitif maka ia bisa mengendalikan masyarakat dengan isu-isu tersebut dan sebagai masyarakat yang masih mengandalkan public figure, tokoh yang diidolakan, tokoh yang dijadikan tolok ukur dalam memilih pemimpin dengan embel-embel santun, sopan, baik hati, suka beramal dan rajin berdoa satu agama akhirnya mengorbankan syarat lain tidak korupsi, tidak makan uang rakyat. Jujur.

Pemimpin yang galak, pemimpin yang reaksioner, pemimpin yang tidak mau kompromi tersingkir karena tidak cocok dengan adat ketimuran yang mementingkan "keberadaban" dan tingkah laku lembut. Pertanyaannya, apakah Jakarta cocok jika dipimpin oleh orang yang lembut dan terlalu peka untuk selalu mencoba mengakomodasi kepentingan, suara-suara masyarakat yang menginginkan ini dan itu tidak ada habisnya?

Penulis menjadi semakin merasa bodoh melihat situasi sekarang ini, ketika Anies dan Sandi sering melontarkan ide nyeleneh seperti rumah lapis, Jalan yang ditutup hanya untuk memberi kesempatan PKL berdagang, Jalan protokol(Sudirman- Thamrin) yang kembali membolehkan motor lewat, Monas yang dibuka gerbangnya agar rakyat, PKL, siapapun bebas keluar masuk termasuk menginjak-injak rumput yang dengan susah payah ditanam oleh dinas pertamanan. 

Gubernur yang ngotot ingin mengembalikan uang HGB di proyek reklamasi Teluk Jakarta, serta kengototan Anies untuk memperkarakan Sumber Waras. Padahal banyak tugas gubernur yang seharusnya secepatnya direalisasikan untuk mempercepat penyelesaian masalah kemacetan, mengurai benang kusut birokrasi yang penuh dengan konflik kepentingan dan budaya korupsi yang susah dihilangkan. 

Jakarta yang masalahnya amat kompleks ternyata seperti dikembalikan ke masa lalu dengan membaca becak kembali hadir di Jakarta, Mengembalikan Monas yang sempat bersih menjadi kumuh, atau bahkan mungkin kembali memfungsikan trotoar untuk jualan PKL.

Semoga dugaan dan pesimisme penulis ini salah. Tunggu saja gebrakan selanjutnya dari gubernur yang masih disangsikan oleh sebagian warga Jakarta yang menginginkan Jakarta rapi, modern, berbudaya dan heterogen serta cerdas. Barangkali penulis salah menduga bahwa Anies terkesan selalu mementahkan kebijakan gubernur sebelumnya. 

Ia mungkin seorang yang berpandangan ke depan, sehingga susah dimengerti oleh sebagian warga(dan terutama oleh penulis yang bodoh ini). Ataukah birokrat negeri ini memang lebih suka nyeleneh dan tidak terbiasa melanjutkan program bagus yang sudah dilaksanakan oleh pendahulunya.

Jakarta Kota Modern atau Retro sih?

Jakarta Retro(bentuk terikat ke belakang;KBBI, sebuah trend yang mengacu pada mode style atau gaya masa lalu, misalnya dalam dunia mode pakaian atau gaya arsitektur bangunan, tren musik yang bisa saja kembali ke masa lalu misalnya gaya tahun 80-an, 70 -- an. dsb)

dan ini pengganti taksi untuk menemani becak? (dokumentasi pribadi)
dan ini pengganti taksi untuk menemani becak? (dokumentasi pribadi)
Ketika peradaban kota --kota besar dunia sudah melangkah jauh duapuluh tahun di depan, Jakarta malah ingin kembali ke masa lalu. Saya pusing. Bagaimana Pak Gubernur bisa dijelaskan. Monggo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun