Mohon tunggu...
Dwian Sastika
Dwian Sastika Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia Sebatang Kara

Membagikan kisah inspiratif dan edukasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Denting Dingin di Pintu Subuh

20 Agustus 2024   21:42 Diperbarui: 20 Agustus 2024   22:26 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Mo Eid (pexels.com)

Saat malam menggulung selimut hitam,  
Di ambang subuh, detik-detik beku berbisik pelan,  
Angin merangkak di antara jendela yang setengah terkatup,  
Mengetuk nadi bumi dengan irama dingin, berderap pelan.

Ia---denting waktu---menjelma sesosok pejalan sunyi,  
Membawa beban sepi di bahu yang lunglai,  
Setiap langkahnya menggores jarum pada langit gelap,  
Menaburkan kabut di pelupuk fajar yang belum terjaga.

Di ujung malam, bulan mengerutkan wajahnya yang pucat,  
Seketika terpantul dalam tetesan embun di ranting rapuh,  
Subuh menggigil dalam pelukan langit kelabu,  
Mencari jejak matahari yang tersembunyi di balik awan.

Ketika denting itu tiba di pintu subuh,  
Waktu tercekik oleh sepi, membeku dalam bisikan sunyi,  
Seolah ia tahu, pagi ini bukan sekadar peralihan,  
Tapi sebuah kisah yang terukir dalam bayang-bayang abadi.

Fajar merambat perlahan, menyeret jingga di sayap cahaya,  
Menyelubungi denting dingin dengan selimut api lembut,  
Namun jejaknya terukir di kaca langit, memendar dalam butiran embun,  
Mengabarkan kepada dunia, bahwa ia pernah ada, di pintu subuh yang beku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun