Di ujung lidahku mengendap beban tak kasat mata,
Laksana gunung yang siap runtuh di tiap kata yang tersekat.
Aku terdampar di ambang persimpangan nasib,
Di mana setiap pilihan menjelma lautan luas tanpa tepi.
Kata-kata seperti serpihan kaca yang menusuk halus,
Berbinar dalam senyap, memantul di dinding-dinding hati.
Tak ada peta di sini, hanya labirin perasaan,
Di mana setiap langkah adalah bayangan yang mengintai.
Keraguan, bagaikan angin ribut di padang gurun,
Menyapu bersih jejak-jejak yang pernah kuukir.
Harapan adalah bintang di kejauhan,
Terlihat jelas namun sulit digapai.
Dalam setiap hembusan napas, ada doa yang tertahan,
Menggantung di ujung lidah, menanti untuk lepas.
Aku mencari keberanian di antara reruntuhan mimpi,
Di mana kenyataan adalah istana pasir yang rapuh.
Setiap keputusan adalah perahu tanpa nakhoda,
Terkulai di samudra pilihan, tanpa arah pasti.
Namun, ada kekuatan dalam keraguan ini,
Seperti pohon yang tumbuh di tengah badai.
Mungkin, suatu saat nanti, beban ini akan mencair,
Mengalir sebagai aliran sungai yang tenang.
Dan di ujung lidahku, tak lagi ada beban,
Hanya nyanyian pilihan hati yang merdu.
Di balik setiap kata, ada kisah yang menunggu,
Tentang perjalanan panjang mencari makna sejati.
Beban di ujung lidah ini, adalah cerminan jiwa,
Yang selalu mencari jalan pulang dalam labirin pilihan.