Kini, banyak mal yang dulunya menjadi simbol kemegahan kota, justru sekarang malah menjadi bangunan yang sepi dan merugi. Beberapa di antaranya beralih fungsi menjadi coworking space, ruang seni, event-event atau bahkan hanya ditempati sebagian orang yang menyewa di area tertentu. Hal ini menunjukkan kalau pusat perbelanjaan harus membuat gebrakan baru dengan berbagai cara yang dapat membuat mal kembali seperti dulu.
Para pengelola mal kini mencoba melakukan berbagai cara untuk menarik pengunjung kembali, memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Bahkan pengelola mal juga lebih memilih untuk menjual mal dengan berbagai alasan. Perubahan minat masyarakat terhadap pusat perbelanjaan dari masa ke masa mencerminkan bagaimana gaya hidup dan teknologi mempengaruhi kebiasaan sehari-hari. Dari pasar tradisional hingga pusat perbelanjaan modern, dan kini era digital, setiap generasi membawa kebutuhan dan keinginan yang berbeda. Meski banyak pusat perbelanjaan kini tampak sepi, mereka juga tetap memiliki potensi untuk bertransformasi menjadi ruang yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Di tengah dominasi belanja online, mal tetap bisa menjadi tempat berinteraksi sosial yang nyata, asalkan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H