Mohon tunggu...
Dwi Anggreni
Dwi Anggreni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Artikel - Artikel

Ni Kadek Dwi Anggreni (2012061001)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Oknum Polisi 'Smack Down' Mahasiswa di Tanggerang, Tegas atau Arogan?

30 Oktober 2021   10:40 Diperbarui: 30 Oktober 2021   10:40 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Unjuk rasa yang terjadi di Tanggerang dilakukan oleh mahasiswa untuk dapat bertemu dengan Bapak Bupati. Namun pada saat hari kejadian, Bapak Bupati atau orang yang ingin ditemui oleh para mahasiswa ini sedang melakukan kegiatan HUT, yang mengakibatkan mahasiswa tidak dapat bertemu dengan Beliau. Pada saat hari kejadian berjalan dengan padat, karena banyaknya mahasiswa yang datang. Keadaan semakin tidak terkendali, sehingga bertemu lah pada saat kejadian Brigadir NP membanting salah satu mahasiswa yang bernama Faris. Peristiwa tersebut terjadi pada Rabu, 13 Oktober 2021 dan berakhir damai setelah oknum anggota polisi bersangkutan meminta maaf. Bahkan mahasiswa yang bersangkutan, M Faris dikabarkan sudah menjalani pemeriksaan di RS (Rumah Sakit) Harapan Mulia setelah sempat pingsan. Seperti yang terlihat dalam video yang viral dijagat media sosial tersebut, tindakan yang dilakukan oleh oknum polisi ini sangat membahayakan mahasiswa. Sebab, terlihat bahwa smack down yang diberikan sangat keras sehingga punggung mahasiswa tersebut terbentur ke trotoar dan mengakibatkan pingsan. Menurut Dr. Tirta, tindakan tersebut sangat berbahaya dan bahkan dapat menganggu saraf dari seseorang yang mendapat benturan pada punggungnya. Dokter menyebutkan bahwa saraf pada bagian punggung berperan penting untuk pengiriman sinyal kepada otak. Selain itu, saraf yang mengirimkan sinyal ini berfungsi untuk penyeimbang dari tubuh manusia. Tak khayal MFA mengalami kejang dan langsung dilarikan ke rumah sakit.

Dalam insiden ini direkam dan menjadi viral di media sosial. Pada video tersebut terlihat dengan jelas oknum polisi yang membanting dan melakukan tindakan kekerasan kepada seorang mahasiswa. Tentu saja hal ini menuai banyak kontroversi oleh masyarakat. Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki banyak hukum, Indonesia juga memberikan rakyatnya untuk dapat menyampaikan aspirasi dengan sebebas bebasnya. Dalam hal ini, oknum polisi tersebut secara tidak langsung sudah melanggar aturan undang-undang yang mengatur mengenai kebebasan berpendapat. Kasus ini diusut langsung oleh Mabes Polri, yang mengumpulkan fakta mengenai insiden yang terjadi. Banyaknya kontroversi masyarakat mendesak oknum tersebut untuk melakukan atau meminta maaf kepada korban. Hal ini sudah dilakukan oleh oknum tersebut, apakah kasus ini sudah berakhir? Tentu saja tidak.

Setelah Brigadir NP meminta maaf kepada korban, dan berpelukan. Timbul lagi ketidak puasan masyarakat yang menilai oknum polisi tersebut arogansi dalam menjalankan tugas. Kepolisian dapat bertindak tegas secara terukur kepada pendemonstran tanpa melakukan tindakan kekerasan yang berarti. Kasus ini terlihat jelas bahwa oknum polisi tersebut melakukan kekerasan, bahkan mahasiswa tersebut tidak melakukan perlawanan kepada oknum tersebut. Masyarakat menilai bahwa sekarang ada banyak oknum kepolisian yang melakukan tugas dengan semena-mena tanpa memilkirkan SOP yang ada. Dengan ini, Brigadir NP mendapatkan sanksi yang diberikan langsung oleh kepolisian. Sementara itu, Kapolresta Tangerang dihadapan ratusan mahasiswa, berjanji akan menindak tegas oknum polisi berinisial NP, yang telah bertindak diluar SOP kepolisian. Dia juga siap bertanggung jawab dan siap dicopot dari jabatannya apabila tidak ada penyelesaian. Oknum polisi tersebut ditempatkan pada ruang tahanan pada jumat 15 Oktober 2021 di Mapolres Banten. Brigadir NP terancam pasal berlapis dengan aturan internal Kepolisian. Dimana berlapis itu artinya bisa dengan pasal yang lapis dalam satu aturan internal juga bisa lainnya.

Dari kasus ini bisa kita ketahui bahwa dalam penyampaian aspirasi tidak perlu dilakukan dengan cara kekerasan. Dengan adanya hukum yang mengatur kebebasan warga Indonesia dalam penyampaian aspirasi akan dapat melindungi kita dalam segala aksi. Tindakan oknum polisi ini tidak seharusnya terjadi. Karena akan menimbulkan persepsi yang tidak baik, kemudian kepercayaan masyarakat kepada kepolisian. Kasus ini mengajarkan kita untuk dapat berhati-hati dalam segalam tindakan dan tidak melanggar SOP yang berlaku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun