E-KTP menjadi perbincangan hangat di masyarakat bahkan ketika masih menjadi sebuah wacana. Banyak pertanyaan dan keraguan yang muncul, apakah e-KTP benar-benar mampu meringankan dan mempermudah masyarakat. Setelah pelaksanaan pengadaan e-KTP yang memakan waktu cukup panjang dan terkesan berbelit-belit, muncul kembali wacana bahwa e-KTP yang sudah jadi dan beredar di masyarakat tidak boleh difotokopi, dilaminating maupun distaples. Wacana tersebut tertuang dalam surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 471.13/1826/SJ tentang e-KTP. Alhasil wacana tersebut semakin membuat masyarakat kebingungan dengan penerapan program pemerintah yang satu ini. Dengan tidak dibolehkannya e-KTP difotokopi, dilaminating dan distaples tentu memiliki dampak yang cukup besar terhadap sistem ketatausahaan negara. Mengenai e-KTP tidak diperkenankan difotokopi, distaples dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP itu disinyalir karena perlakuan tersebut dapat merusak chip sehingga penyimpan data di e-KTP akan rusak, dan tidak bisa dibaca komputer. Dengan memfotokopi e-KTP diduga sinar mesin fotokopi akan merusak nomor induk kependudukan (NIK).
KTP yang dahulunya digunakan dalam bentuk hardcopy menjadi sulit dengan tidak diperbolehkan untuk mengkopi e-KTP yang sekarang. Contoh kecilnya adalah dalam pengurusan surat-surat atau administrasi yang megharuskan untuk melampirkan lembar copian KTP, dalam pengurusan pasport dan sebagainya. Dampak yang lebih besar adalah ketika proses pemilu akan berlangsung, dimana dalam prosedur pencalonan masih menggunakan lembar kopian KTP. Selain itu adalah dalam prosedur pendaftaran pemilih juga masih menggunakan prosedur lama, yakni menggunakan lembar KTP kopian. Apabila hal itu benar-benar terjadi, maka dapat dibayangkan betapa rumitnya pelaksanaan prosedur administrasi di negara ini.
Wacana solusi yang dikeluarkan pemerintah adalah dengan mencatat “Nomor Induk Kependudukan (NIK)” dan “Nama Lengkap” oleh petugas. Mengenai bagaimana solusinya adalah harus dipikirkan jangka panjang, tidak terpatri pada keadaan sekarang saja, namun harus memikirkan pula dampak jangka panjangnya. Apabila digunakan solusi jangka pendek seperti dalam segala prosedur administrasi yang menggunakan atau membutuhkan informasi yang terdapat dalam KTP diatasi dengan pencatatan terhadap informasi yang ada dalam KTP oleh petugas, maka hal ini sama saja dengan meambah satu pekerjaan tambahan baru lagi bagi pemerintah. Solusi yang lain adalah e-KTP cukup difotokopi satu kali saja, dan jika ingin memperbanyak, fotokopi pertama itu yang digunakan untuk keperluan lainnya, dengan kata lain yang difoto kopi itu bukan e-KTP aslinya tapi hasil foto kopian yang pertama kali itu.
Dirunut dari belakang mengenai tujuan pengadaan e-KTP adalah untuk mempermudah pelaksanaan administrasi negara serta untuk mempermudah masyarakat dalam pengurusan dan prosedurnya. Bukan untuk memikirkan kembali dan menjadi semakin bingung oleh wacana yang tidak jelas. Bahkan terkait pelanggaran terhadap perlakuan e-KTP, yakni masih memfotokopi, menstaples dan perlakuan lainnya yg merusak fisik e-KTP, akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena sangat merugikan masyarakat, khususnya pemilik e-KTP. Nah semakin rumit dan membingungkan masyarakat bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H