17 Agustus 2010. Umbul-umbul menghiasi pinggiran jalan-jalan, mengawal sang merah putih yang berkibar di hampir setiap rumah di setiap pelosok Indonesia. Semangat nasionalisme masih terasa jika kita melihat warna-warni bendera di sana-sini dan kibar sang saka di istana negara. Betapa tidak, di saat puasa seperti ini, anak-anak bangsa masih tegak berjalan mengawal sang saka merah putih berkibar dan betapa semangatnya adik-adik remaja kita menyanyikan lagu-lagu daerah.
Namun, semangat itu rasanya tak lagi sama dengan semangat saat awal bangsa kita merdeka. Ada yang hilang dari itu semua. Satu hal yang terlupakan atau bahkan mungkin sengaja dilupakan, Semangat Merah Putih itu telah luntur dari dada bangsa kita sendiri. Banyak yang mungkin lupa bahwa Merah itu berarti Berani dan Putih itu berarti suci/bersih. Bendera kita yang sederhana ini sebenarnya memiliki makna yang luar biasa. Merah putih berarti berani atas dasar kesucian, berani membela yang benar, berani karena benar, dan berani memerangi yang salah.
Sungguh ironis, saat ini banyak pemimpin, pejabat, dan rakyat kebanyakan yang luntur atau bahkan hilang semangat merah putihnya. Demi untuk kesenangan sendiri, mereka korupsi. Demi memenangkan partai politiknya, mereka rela menyuap sana-sini. Demi untuk memenuhi rekening bank-nya mereka tega memakan harta rakyat. Demi untuk memuluskan karirnya, mereka rela menyingkirkan orang-orang yang berpikiran bersih.
Karena TAKUT diembargo oleh negara adi kuasa, akhirnya pemegang pemerintahan membuat kebijakan yang tidak memihak rakyat. Dimana semangat merah putih mereka saat kekayaan alam ini dikuasai oleh negara lain? Di mana semangat merah putih mereka saat rakyat harus rela membayar air bersih dari tanahnya sendiri? Di mana semangat merah putih mereka saat gas yang harusnya disalurkan dengan aman, murah , dan mudah malah membakar rakyatnya sendiri? Dimana semangat merah putih mereka saat harga-harga kebutuhan pokok mencekik rakyatnya sendiri? Di mana…..!!!???
Semangat “Membela yang Benar” kini telah berubah menjadi semangat “Membela yang Bayar”.
Jikalau bisa, rasa-rasanya ingin saya menghidupkan kembali pemuda-pemuda rengas dengklok, ingin rasanya menghidupkan Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, dan pahlawan-pahlawan kita yang gugur tanpa tanda jasa, yang rela berkorban tanpa iming-iming rupiah apalagi dolar. Merekalah penjaga Merah Putih sejati, rela mati demi kemerdekaan hakiki.
Masihkah ada merah putih di hatimu, saudaraku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H