Mohon tunggu...
DWI AFRIANTI
DWI AFRIANTI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Perekonomian Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Volatilitas Nilai Tukar Rupiah dan Tantangan Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Ketidakpastian Global

11 November 2024   22:12 Diperbarui: 11 November 2024   22:19 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi global menghadapi guncangan besar yang mempengaruhi berbagai negara, termasuk Indonesia. Faktor-faktor seperti ketegangan geopolitik, pandemi COVID-19, dan kebijakan moneter ketat dari negara maju telah memicu ketidakpastian yang berdampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi global dan domestik. Bagi Indonesia, volatilitas nilai tukar rupiah menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menjaga stabilitas ekonomi, terutama karena negara ini memiliki keterbukaan ekonomi yang tinggi terhadap pasar internasional.

Sejak krisis keuangan global pada 2008 hingga pandemi COVID-19 pada 2020, ekonomi dunia terus berjuang untuk pulih. Situasi diperparah oleh ketegangan geopolitik, seperti konflik Rusia-Ukraina, dan ketidakpastian politik di beberapa negara maju. Hal ini memengaruhi pasar keuangan dunia, yang berdampak langsung pada nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.

Tingginya tensi geopolitik meningkatkan risiko di pasar global, yang berdampak pada depresiasi nilai tukar rupiah. Depresiasi ini terjadi karena ketidakpastian global yang mengakibatkan aliran modal keluar atau capital outflow dari Indonesia. Investor cenderung menarik dana mereka dari pasar Indonesia, yang menekan nilai tukar rupiah. Pada April 2024, nilai tukar rupiah bahkan mencapai kisaran Rp16.000 per dolar AS sebelum kemudian menguat kembali ke angka Rp15.300 pada September setelah penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia.

  • Respon Kebijakan Bank Indonesia: Menghadapi Volatilitas dengan Suku Bunga dan Intervensi Pasar

Dalam menghadapi volatilitas nilai tukar, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter mengadopsi pendekatan yang berfokus pada stabilitas ekonomi dengan tetap mempertahankan suku bunga tinggi. Bank Indonesia mengikuti teori impossible trinity atau trinitas mustahil yang dikemukakan oleh Mundell-Fleming, yang menyatakan bahwa negara hanya bisa memilih dua dari tiga kebijakan berikut: kebijakan moneter mandiri, arus modal bebas, dan nilai tukar yang stabil. Indonesia memilih untuk mempertahankan kebijakan moneter mandiri dan arus modal bebas, sehingga nilai tukar dibiarkan mengambang dengan sistem managed floating exchange rate.

Selain menaikkan suku bunga acuan, Bank Indonesia juga melakukan intervensi di pasar uang untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Operasi moneter, seperti lelang Sertifikat Bank Indonesia Rupiah (SRBI), Sertifikat Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sertifikat Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI), digunakan untuk menyerap likuiditas dan menjaga nilai tukar tetap sesuai dengan nilai fundamentalnya. Kebijakan ini bertujuan untuk mempertahankan stabilitas moneter dan mengendalikan inflasi, yang menjadi fokus Bank Indonesia untuk mencapai target inflasi 2,51% pada 2024.

  • Volatilitas Nilai Tukar terhadap Ekonomi Indonesia

Volatilitas nilai tukar memiliki dampak yang luas pada perekonomian Indonesia. Ketika rupiah mengalami depresiasi, sektor-sektor yang bergantung pada impor seperti industri manufaktur dan teknologi mengalami peningkatan biaya produksi karena harga bahan baku impor menjadi lebih mahal. Hal ini juga berpengaruh terhadap inflasi domestik karena kenaikan harga barang impor biasanya diteruskan ke konsumen.

Di sisi lain, pelemahan rupiah memberikan keuntungan bagi sektor yang berorientasi ekspor. Produk-produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar internasional karena harga produk menjadi lebih murah bagi pembeli dari luar negeri. Hal ini mendorong peningkatan ekspor, yang merupakan salah satu sumber devisa penting bagi Indonesia. Namun, jika volatilitas nilai tukar terlalu tinggi, hal ini dapat mengganggu kestabilan bisnis dan menurunkan daya tarik investasi di Indonesia.

Bank Indonesia menghadapi dilema dalam menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai tukar. Di satu sisi, kebijakan moneter yang ketat diperlukan untuk menahan arus modal keluar dan menjaga stabilitas nilai tukar. Namun, suku bunga yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, terutama pada sektor-sektor yang sensitif terhadap biaya pinjaman.

Selain itu, volatilitas nilai tukar meningkatkan risiko dalam investasi asing langsung (Foreign Direct Investment atau FDI). Investor cenderung menghindari negara dengan volatilitas nilai tukar yang tinggi karena hal ini meningkatkan ketidakpastian terhadap pengembalian investasi mereka. Kondisi ini mengarah pada fenomena yang disebut Lucas Paradox, di mana aliran modal justru mengalir dari negara berkembang ke negara maju karena ketidakpastian ekonomi di negara berkembang seperti Indonesia.

  • Strategi Kebijakan Bank Indonesia untuk Menjaga Stabilitas Ekonomi

Menghadapi berbagai tantangan ini, Bank Indonesia terus berupaya menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah inflation targeting framework, di mana Bank Indonesia menetapkan target inflasi sebagai panduan utama kebijakan moneter. Dengan menjaga inflasi pada kisaran target, Bank Indonesia berupaya menciptakan kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi domestik.

Selain itu, Bank Indonesia juga meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat sektor industri yang memiliki nilai tambah tinggi. Misalnya, peningkatan daya saing produk lokal di pasar internasional dan diversifikasi ekspor menjadi prioritas guna mengurangi defisit transaksi berjalan yang rentan terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar.

Stabilitas nilai tukar rupiah sangat penting bagi ekonomi Indonesia, terutama dalam menghadapi ketidakpastian global yang tinggi. Dengan adopsi managed floating exchange rate dan kebijakan moneter yang berfokus pada stabilitas, Bank Indonesia berupaya menjaga nilai tukar dalam kisaran yang aman guna menghindari dampak negatif volatilitas terhadap ekonomi domestik. Namun, menjaga stabilitas nilai tukar tidak hanya bergantung pada kebijakan moneter, tetapi juga membutuhkan dukungan kebijakan ekonomi lainnya, seperti peningkatan ekspor, pengurangan ketergantungan pada impor, dan memperkuat sektor industri domestik.

Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dalam menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai tukar. Dengan kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah dan Bank Indonesia, stabilitas ekonomi dapat dicapai di tengah ketidakpastian global yang masih akan berlanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun