"Mbak Wayan, ini jangan!" kata ibu sambil menunjuk mangkuk berisi sayur lodeh yang menggiurkan.
Tante Wayan tersenyum simpul seraya mengangguk-angguk. Dia pun sama sekali tidak menyentuh mangkuk tersebut.Â
Aku yang masih anak-anak kala itu hanya berpikir mungkin orang Bali tidak menyukai sayur bersantan khas Jawa itu. Mungkin lidahnya tidak bisa menerima rasanya. Boleh jadi ibu juga merasa heran, jarang sekali ada orang yang tidak antusias dengan masakannya. Â
Sementara, Om Sahat dan Om Yosef tidak mengalami masalah dengan semua masakan yang tersaji. Seperti kami dan ayah, tampaknya mereka bahkan sangat menyukai masakan ibu dan makan dengan lahap. Â
Mengira Tante Wayan malu atau sungkan, ibu segera beranjak seraya mengangkat wadah sayur dan mengangsurkannya kepada Tante Wayan. Â
"Kenapa nggak diambil? Ayolah dicoba dulu, enak lho!" ujar ibu memuji masakan sendiri.
"Tapi, tadi kan Ibu bilang "jangan", makanya saya tidak berani ambil. Sebenarnya saya pengin juga mencicipi!" jawab Tante Wayan sambil menyendok sayur dengan antusias.
Sekejap ayah, ibu, Om Sahat dan Om Yosef tertawa. Sementara kami, anak-anak hanya berani cekikikan. Aku yang ingin tertawa lepas takut kualat. Hahaha ... telah terjadi miskomunikasi rupanya.
"Oalah ... maaf, Mbak Wayan! Maksud saya tadi menawarkan sayur lodeh ini. Dalam bahasa Jawa, jangan artinya sayur."  Menyadari kesalahannya, ibu meminta maaf dan memberi penjelasan. Ibu telah mencampuradukkan kosa kata bahasa Jawa dan Indonesia dalam satu kalimat.
Mendengar penjelasan itu Tante Wayan pun akhirnya ikut tertawa. Kami, anak-anak pun berani tertawa lepas tanpa takut kualat. Apalagi melihat ketiga pria dewasa yang lebih dahulu terbahak-bahak.
Jangan lodeh jangan terik
Jangan toge jangan bayem
Kowe kabeh sing pipine dekik
Tambah oke yen podo mesem