Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Senja di Malam Natal

24 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 24 Desember 2018   11:23 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: dwi klarasari

Begitu cepat waktu berlalu. Demikian perempuan tujuh puluhan itu membuka kisahnya menjelang senja. Rasanya baru kemarin kemudaan dalam genggaman, kala tubuhku masih teramat molek. Seperti baru kemarin pria rupawan pujaan hati menyuntingku. Namun, kemesraan itu pun terasa hanya sekejap, berganti kesibukan mengais rezeki siang-malam demi tiga buah hati. Waktu berlari semakin cepat; tiba-tiba satu per satu buah hati sudah mencapai gelar serta menemukan pendamping. Lalu mereka pun melanglang buana, mencari jati diri, mengejar asa, membina keluarga, juga menggapai jenjang-jenjang kehormatan yang ditetapkan dunia. Di penghujung senja perempuan yang kupanggil Oma Ria itu menutup kisahnya sembari menekuri selembar foto keluarga. Meskipun rindunya tak jua berujung, ia tak pernah alpa mendaraskan doa untuk kebahagiaan anak cucunya.

Rasanya baru kemarin kutimang putra sulungku. Begitu Oma Ria kembali berkisah pada senja yang lain. Malam natal itu kugandeng erat lengan suamiku, tetapi bukan sedang melantunkan 'Malam Kudus' di gereja. Kami bergegas ke rumah sakit karena si jabang bayi akan segera lahir. Demikian pula malam natal tahun-tahun berikut karena ketiga buah hatiku terlahir di malam natal. Di setiap penghujung tahun Tuhan senantiasa melimpahi kami dengan kebahagiaan. Namun, hari-hari bahagia hanya terasa sesaat karena waktu bergerak bagaikan kilat. Tanpa kusadari senja telah datang menyergap. Desember penuh tawa dan warna sudah lama berlalu, bahkan gaungnya pun tak lagi terdengar. Semenjak suamiku tiada, aku sebatang kara. Ketiga anakku memilih tinggal di negeri orang bersama keluarga mereka. Kala senja kian menua dan tubuhku semakin renta, seorang kerabat menitipkanku di panti jompo ini; dan sudah bertahun-tahun tak satu pun buah hatiku datang berkunjung. Suara perempuan itu menguarkan pedihnya hati yang dirajam rindu. Biarpun begitu aku selalu mendengar nama anak-cucunya disebut satu per satu dalam devosinya setiap senja.

Senja ini kubantu Oma Ria dan para jompo lain menyiapkan diri mengikuti misa Malam Natal. Oma Ria berujar betapa ia sangat merindukan malam natalnya dahulu, saat-saat ketika setiap keriaan bersama keluarga dan kebahagiaan seakan tiada bertepi. Sesekali kuperhatikan sepasang mata yang terlindung kelopak yang keriput. Mata tua itu tampak bersinar kala menatap selembar foto keluarga yang dibuat sebelum senja menyergapnya. 'Tugasku sebagai orang tua sudah usai dan aku harus ikhlas melepas karena anak-cucuku adalah milik zaman. Kerinduanku hanya bertemu mereka sebelum senja semakin menua dan ajal menjemput', demikian doanya di penghujung senja. Hatiku tercekat dan mendadak pipiku basah. Keriput di wajah Oma Ria sekejap menjelma bayangan bapak-ibuku yang juga mulai menua. Segera saja kudaraskan sebait doa serta niatan untuk pulang secepatnya agar dapat memeluk keduanya esok natal. 

Selamat Menyambut Natal!

DK, 24/12/2018

(Ditulis ulang dari kumpulan pentigraf Dwi Klarasari)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun