Terlebih lagi saat ini kebanyakan orang menggenggam gawai pintar sehigga lebih mudah menulis pentigraf yang setara catatan kecil.
Meskipun demikian, seperti yang saya rasakan, mereka-reka cerita dan meramunya dalam tiga paragraf memang gampang-gampang susah. Tiga paragraf mungkin mudah tercapai, ya? Namun kata sang suhu, bukan sekadar memenuhi tiga paragraf, tetapi ceritanya juga harus memiliki tokoh dengan konflik serta alur cerita yang jelas.Â
Namun, pelan tapi pasti setelah terbiasa dan terasah boleh jadi kelak setiap penulis dapat menghasilkan pentigraf yang bagus dan enak dibaca. Saya pun berharap demikian.
Sementara bagi pembaca, terutama pembaca kiwari yang cenderung ingin cepat menuntaskan suatu bacaan, pentigraf menjadi alternatif sajian yang pas. Satu judul pentigraf umumnya akan selesai dibaca dalam tempo paling lama 2-3 menit. Daripada terkantuk-kantuk di kereta jarak pendek; bete menunggu teman; atau bosan dalam antrean panjang; membaca pentigraf bisa menjadi selingan yang mengasyikkan sekaligus mencerahkan.
Seperti halnya karya prosa novel, ada banyak tema bisa ditemukan dalam pentigraf, mulai dari kisah cinta romantis hingga kriminal atau horor. Salah satu daya tarik pentigraf adalah hanya dengan membaca beberapa ratus kata saja akhir cerita dapat segera diketahui. Berbeda dengan membaca novel yang akhir cerita baru dapat diketahui jika kita sudah melahap 200-300 halaman.Â
Namun jangan sedih, ada kalanya sebuah pentigraf-seperti cerpen pada umumnya-memiliki akhir cerita yang menggantung. Eh, bukankah memang demikian hakikat sebuah cerita pendek? Â Â
Sampai saat ini istilah pentigraf belum masuk dalam KBBI, tetapi tak ada salahnya bila kita mulai mengakrabinya sebagai bagian dari dunia literasi.
Berikut salah satu pentigraf yang saya sukai dalam Kitab Pentigraf Pedagang Jambu Biji dari Phnom Penh dan cerita-cerita lainnya (KPK Deo Gratias & KKK, 2017: 121)
Membunuh Buku (karya Oky Candra)
Aku tidak pernah tahu apa salahku. Pria itu begitu bersemangat saat menciptaku. Dituangkannya segala gelisah yang membuncah. Digambarkannya buah piker dalam susunan kata. Sebuah karya dari hasil perenungan dan pengamatannya pada apa yang terjadi pada para jelata.
Kini, aku semakin tidak mengerti apa yang terjadi. Orang-orang mencapku berbau kiri. Aku terserak dari susunan buku di dalam rak. Dipisahkan dari teman-temanku yang dikategorikan netral. Lalu aku semakin terhenyak, sudah lama yang sepertiku tidak naik cetak.