Mohon tunggu...
Dwi Indah Fatmawati
Dwi Indah Fatmawati Mohon Tunggu... Guru - just me

Just an ordinary human

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Filisida, Orangtua Membunuh Anak

24 Maret 2022   04:45 Diperbarui: 24 Maret 2022   04:48 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pembaca sekalian tentu telah membaca berita yang sangat menghebohkan kemarin dimana seorang ibu di Brebes, Jawa Tengah telah dengan sengaja membunuh buah hati darah dagingnya sendiri dengan cara yang sangat keji dan sadis yakni menggorok leher anaknya tersebut. 

Peristiwa mengenaskan yang terjadi pada waktu subuh itu terdengar oleh warga sekikar karena teriakan para korban. Warga yang mendengar langsung berusaha menolong. Dua anaknya yang berinisial SA dan EM dapat diselamatkan warga sedangkan AT harus meninggal di tempat kejadian dengan kondisi leher yang hampir putus.

Kita yang membaca berita ini tentu sangat miris dan bertanya-tanya bagaimana seorang ibu tega membunuh darah dagingnya sendiri. Namun ternyata peristiwa serupa banyak terjadi, motifnya pun mirip dengan kasus yang ibu KU di Brebes. Tahun 2020 di Nias juga ada kasus ibu yang menggorok ketiga anaknya dan sang ibu juga tewas bunuh diri setelahnya. 

Pada tahun 2012 yang lalu juga ada kasus ibu di Klaten, Jawa Tengah yang membakar diri bersama kedua balitanya. Kemudian di Lumajang, Jawa Timur, juga terjadi peristiwa bunuh diri sekeluarga dimana sang ibu mengajak anak-anaknya meminum racun tikus.

Secara nalar mungkin kita tidak bisa menerima kok ada ya orang tua yang tega membunuh anaknya, tapi jika kita telaah lebih lanjut, hampir semua pelaku filisida (filicide) yaitu orang tua yang membunuh anaknya mengaku ingin menyelamatkan anaknya entah itu dari kemiskinan atau himpitan hidup. Demikian juga pernyataan mbak KU yang banyak beredar di media sosial.

Pasti kita juga masih bertanya, kalau sayang kenapa dibunuh. Kebanyakan pelaku filisida memang mempunyai kehidupan sosial ekonomi yang tergolong berat. Mereka mengalami kesusahan hidup yang sedemikian rupa yang menjadikan mereka depresi dan putus asa hingga ingin mengakhiri hidup. Tapi jika mengakhiri hidup sendiri, mereka juga masih terpikir bagaimana anaknya dapat hidup. 

Disinilah kebanyakan pelaku filisida lantas membuat keputusan untuk mengajak serta anaknya, agar anaknya tidak merasakan kesusahan seperti dirinya. Perbuatan mbak KU dan pelaku filisida lainnya memang tidak dapat dimaafkan begitu saja. Penyelidikan secara hukum harus tetap dilaksanakan dan hukum harus ditegakkan seadil-adilnya.

Sebagai warga masyarakat yang baik mungkin kita dapat melihat lebih dekat kepada orang-orang di sekitar kita. Simpati dan empati perlu dibangun agar jika ada teman, saudara, maupun tetangga yang mengalami kesulitan kita dapat membantunya dan mencegah agar tidak terjadi peristiwa-peristiwa yang mengenaskan seperti di atas. 

Selain itu sebagai pribadi kita juga dapat mendekatkan diri kepada sang pencipta agar kita mempunyai kadar keimanan yang tinggi dan dapat bersabar jika harus melalui berbagai cobaan dan tekanan hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun