Mohon tunggu...
Dwi Setya Ningrum
Dwi Setya Ningrum Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa IPB University

Hallo, saya Dwi Setya Ningrum. Saya akrab disapa Dwi. Saya adalah seorang mahasiswa dari salah satu kampus terbaik bangsa, IPB University. Selain sebagai mahasiswa, saya kerap mengikuti berbagai kegiatan seperti mengajar, lomba, dan pelatihan kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dibalik Kata "Syukur"?

24 Oktober 2024   21:42 Diperbarui: 24 Oktober 2024   21:44 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Setiap hari, rasanya nggak pernah terlepas dari istilah "syukur". Orang bilang, segala sesuatu harus disyukuri, apapun itu. Tapi, pernah nggak sih kita merenung memikirkan kata "syukur" ini ? Menurutku, syukur merupakan kondisi penerimaan terhadap apapun yang terjadi dalam hidup kita disertai dengan upaya untuk memperbaiki menjadi lebih baik. Kadangkala, apa yang diberikan Tuhan tidak sesuai dengan apa yang kita mau. Kondisi ini kadang membuat kita merasa depresi, takut, dan cemas untuk menghadapi masa depan. Hanya dengan bersyukur, kita bisa merasa lebih baik. 

Kadang kala, syukur sering disandingkan dengan sifat rendah hati. Keduanya merupakan sifat yang saling melengkapi. Kalau kerendahan hati lebih kepada sifat untuk tidak merasa menjadi lebih baik dari orang lain. Selalu menghargai dan memberikan sikap yang hangat kepada orang lain. Mau terbuka untuk terus belajar dan menghargai kontribusi orang lain dalam hidup.

Bersyukur bukan hanya soal berterima kasih atas hal-hal besar yang kita dapatkan, tetapi juga menyadari keberkahan dalam hal-hal sederhana. Ketika kita mampu bersyukur, kita melatih diri untuk fokus pada hal-hal positif. Sikap ini membantu kita menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang, karena kita tahu bahwa ada banyak hal baik yang telah kita terima. Misalnya, kesehatan, keluarga yang mendukung, atau bahkan udara yang kita hirup setiap hari adalah nikmat yang sering kali luput kita sadari.

Kerendahan hati, di sisi lain, membawa kita pada pemahaman bahwa kesuksesan yang kita raih bukan semata hasil kerja keras pribadi. Banyak faktor yang berperan, mulai dari dukungan orang sekitar, kesempatan yang diberikan, hingga bimbingan dari Tuhan. Orang yang rendah hati tidak pernah merasa dirinya lebih hebat dari yang lain, melainkan selalu menghargai kontribusi dan peran orang lain. Mereka tidak segan mengakui kelemahan dan terus berusaha memperbaiki diri tanpa harus mengorbankan harga diri orang lain.

Kombinasi bersyukur dan kerendahan hati membuat seseorang lebih bijaksana dan damai dalam menjalani kehidupan. Dengan bersyukur, hati kita menjadi lebih lapang dan terhindar dari sikap serakah. Sementara kerendahan hati membantu kita menjaga hubungan yang harmonis dengan orang lain, karena kita tidak mudah merasa iri atau sombong.

Dalam kehidupan modern yang penuh dengan persaingan, bersyukur dan rendah hati adalah tameng untuk menjaga ketenangan batin. Keduanya mengajarkan kita untuk menikmati setiap proses kehidupan dan menghargai segala sesuatu, baik yang kita miliki maupun yang diberikan oleh orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun