Di era globalisasi sekarang ini, peran pemimpin sangat menentukan keberhasilan organisasi. Kepeimpinan merupakan suatu hal yang subtansial dan krusial dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara terutama pada aspek pemerintahan, politik dan kemasyarakatan.
Era globalisasi membawa perubahan besar sehingga dibutuhkan perbaikan yang terus menerus (continous improvement) dalam membentuk keunggulan kompetetitif untuk mengembangkan oranisasi yang tentunya harus dilandasi kerja yang baik, kepercayaan dan penyebaran informasi yang memadai (Ramli, 2017). Kepemimpinan sebagai salah satu penentu arah kebijakan sebuah orgaisasi, maka seharusnya mampu menyikapi perkembangan zaman.
Kepemimpinan inovatif telah menjadi topik yang sering dibahas dalam sektor swasta maupun sektor publik. Di sektor swasta, perkembangan teknologi yang pesat telah memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk meluncurkan produk baru. Sektor publik biasanya monopoli, tanpa persaingan tekanan untuk berinovasi (Bonris, 2002). Tantangan sektor publik pada akhirnya memaksa untuk melakukan sebuah inovasi.
Inovasi sektor publik sudah mulai dilakukan oleh pemerintah Indonesia, terutama inovasi kebijakan pada sektor pendidikan, mengingat kualitas pendidikan di Indoensia masih jauh tertinggal dari nega-neraga lain. Berbagai kebijakan inovatif telah digulirkan sebagai solusi atas masalah pendidikan yang dihadapi. Salah satu kebijakan yang mendapat respon positif masyarakat adalah kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN) dan digantikan dengan uji kompetensi.
Kebijakan inovatif terus digencarkan terutama pada saat Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 saat ini. Menteri pendidikan menetapkan sekolah untuk melakukan PJJ (pembelajaran jarak jauh). Hal ini dilakukan untuk menghindari kerumunan dan memutus rantai penyebaran covid-19. Selain itu, kebijakan PJJ secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan guru dan siswa untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, dengan cara sekolah daring dengan memanfaatkan aplikasi video dan sebaagainya.
Kepemimpinan inovatif dapat kita lihat pada sosok menteri pendidikan dan kebudayaan di Indoensia, Nadiem Makarim. Menteri millenial dengan latar belakang CEO sebuah perusahaan dengan kemampuan berinovasi yang tidak diragukan. Selama menjabat sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju, sudah banyak terobosan kebijakan inovatif yang dikeluarkan. Tidak semua kebijakan inovatif mendapat dukungan dari berbagai pihak, ada juga pihak-pihak yang resistensi terhadap perubahan.
Tulisan ini akan mengupas lebih dalam mengani karakter kepemimpinan inovatif Nadiem Makarim, kebijakan inovasi yang digulirkan kementerian pendidikan dan kebudayaan, kelemahan dan kelebihan inovasi, bagaimana respon pihak-pihak tehadap kebijakan inovasi dan strategi Nadiem dalam mengtasi resistensi tersebut.
Karakter “inovatif” dari kepemimpinan Nadiem Makarim
Kepemimpinan visioner harus selalu menatap kedepan, membangun hari esok lebih baik, sejahtera berkeadaban serta masa depan gemilang demi bangsa. Kepemimpinan inovatif dapat membuat organisasi bertahan hidup dan berkembang walaupun penuh dengan tantangan. Tanpa ada kepemimpinan yang inovatif, organisasi akan seperti perahu penyelamat yang terombang ambing di laut penuh gelombang tanpa dayung, tanpa menunjukkan arah dan harapan.
Kimberly B. Boal dan Robert (1998) mengidentifikasi tiga hal yang harus dimiliki yaitu visi, karisma dan kepemimpinan transformasional. Sejak ditunjuk sebagai menteri Pendidikan, Nadiem Makarim memeiliki visi yang jelas untuk memajukan kualitas pendidikan Indonesia. Selain itu, dalam mengambil sebuah keputusan Nadiem selalu meempertimbangkan saran dari berbagai pihak.
Tidak sedikit masyarakat yang meragukan kemampuannya mengingat menteri Nadiem tidak mempunyai pengalaman dibidang pendidikan. Namun perlu kita ketahui bahwa salah satu ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang adalah kemampuannya dalam mengelola sebuah perubahan atau inovasi. Seorang pemimpin lahir bukan karena keturunan dari seorang bangsawan atau bakat yang dibawanya sejak lahir. Tetapi perlu adanya pendidikan dan pengalaman sebagai bekal. Peranan kepemimpinan ada tiga bentuk yakni peranan yang bersifat interpersonal, informasional dan peran dalam pengambilan keputusan (Siagian, 2002).
Daves (1997) menyebutkan bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif, sorang pemimpin harus memiliki kemampuan organisasi (organisational capabilities) dan kemampuan individu (individual capabilities). Kemampuan orgaisasi terdiri dari berorientasi dtrategis, kemampuan menerjemahkan strategi dalam tindakan, kemampuan mengarahkan orang sesuai visi organisasi, keampuan menentukan keputusan yang efektif dan mampu mengembangkan kompetensi strategis. Kemampuan individual, termasuk kemampuan terus berionovasi tidak cepat puas suatu organisasi, memilikki kemampuan melebur, mampu beradaptasi dan memiliki kebijaksanaan. Kedua kemampuan tersebut harus dimiliki seorang pemimpin, hal ini bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang strategis.