Sejak kecil anak-anak negeri ini diajari untuk melestarikan lingkungan. Menjaga hutan, tidak menebang pohon secara liar, sampai menanami kembali hutan yang gundul.Â
Menjadi rakyat di negeri ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri, karena Indonesia memiliki hutan yang luas  dan memiliki kekayaan hayati yang tinggi.Â
Bagi penduduk yang tinggal di sekitar maupun di dalam hutan? Jangan ditanya lagi, hutan ibarat surga. Hutan tempat tinggal, tempat mencari penghidupan, dan tempat leluhur mereka. Sudah pasti mereka akan mempertahankan hutan kesayangan.
Akan tetapi upaya melestarikan lingkungan oleh penduduk pribumi tak sejalan dengan kengerian nafsu segelintir konglomerat. Dilansir dari katadata.co.id, menurut data World Resources Institute (WRI) Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan angka kehilangan hutan hujan tropis tertinggi pada 2018. Di antara pemicunya adalah ekspansi lahan perkebunan sawit dan terjadinya kebakaran hutan.
Sudah sangat sering kita jumpai kasus pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera dalam rangka pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Dan yang viral beberapa waktu lalu adalah video pembakaran hutan di Papua oleh perusahaan kelapa sawit asal Korea Selatan, Korindo (BBC.co./12/11/2020).
Siapa saja yang melihat video itu pasti merasa sedih dan marah. Apalagi bagi penduduk yang tinggal di sekitar kawasan kebakaran. Mereka tidak bisa melihat birunya langit di siang hari dan indahnya bintang di malam hari.Â
Bernafas saja susah. Hal ini terjadi berkelanjutan. Seolah di wilayah mereka terdapat tiga musim yaitu musim kemarau, musim penghujan, dan musim asap.
Mengapa segelintir konglomerat bisa sesukanya menguasai hutan? Ya, memang negara memberikan hak konsesi bagi mereka. Indonesia saat ini menganut sistem ekonomi kapitalis.Â
Menurut sistem ini, negara hanya sebagai regulator saja, semua pengelolaan diserahkan kepada individu atau korporasi. Negara tidak mau ribet mengurus hutan. Datanglah korporasi raksasa asing menjarah hutan dan hal itu legal menurut undang-undang.
Jika sistem kapitalis terus diterapkan, hutan kita akan semakin terancam. Para kapitalis akan semakin beraksi memuaskan nafsu mereka, sedangkan negara tak berdaya. Akibat dari hilangnya sebagian hutan tidak hanya penduduk sekitar saja yang merasakan. Tapi juga seluruh penduduk bumi.Â
Suhu tahunan akan naik, dan bumi semakin panas. Cadangan air bersih semakin sedikit, padahal air tanah makin hari makin tak layak konsumsi karena pencemaran. Jangan lupakan banjir dan tanah longsor mengintai jika hutan kita gundul.
Kita tentunya tak ingin alam kita rusak bukan? Allah SWT pemilik alam ini menjadikan manusia sebagai khalifah atau wakil untuk menjaga bumi ini dengan menjalankan syariat-Nya. Tak seharusnya dengan aturan yang penguasa ada-adakan sendiri melegalkan perusakan hutan.
Hutan itu milik semua rakyat bukan segelintir konglomerat. Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).Â
Begitulah perintah Allah SWT, bahwa hutan adalah milik semua orang haram dikuasai individu atau korporasi. Negaralah yang harus mengelola sendiri hutan. Sedangkan hasilnya diberikan kepada rakyat.
Seharusnya negara ini hadir menjaga hutan dengan meninggalkan sistem ekonomi kapitalis. Kemudian menerapkan sistem ekonomi beserta sistem politik dan pemerintahan Islam. Karena hanya Allah yang bisa membuat peraturan yang sesuai dengan manusia dan alam semesta.Â
Manusia tidak perlu pusing membuat aturan yang belum tentu baik untuk rakyat. Bahkan sering kali aturan buatan manusia menyengsarakan rakyat. Cukup menerapkan syariat Allah SWT saja. Dijamin berkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H