Mohon tunggu...
Dwi Ratnasari
Dwi Ratnasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ternyata Puasa Ramadhan Tidak Wajib Dilaksanakan?

8 Juli 2021   09:40 Diperbarui: 8 Juli 2021   09:45 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di samping ketentuan wajib akan berpuasa ramadhan itu sendiri, terdapat pengecualian beberapa orang yang tidak bisa melaksanakan kewajiban berpuasa selama 1 bulan penuh. Salah satunya yaitu kaum hawa yang disebabkan karena adanya suatu halangan syar'i. Sehingga hal ini dapat menimbulkan suatu hukum lain selain hukum taklifi, Adapun makna halangan disini yaitu sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Dan halangan ini masuk dalam kategori salah satu bagian dari beberapa hukum yang ada dalam hukum wadh'i.

Apakah puasa Ramadhan diperbolehkan tidak dilakukan ?

Dalam perspektif Fiqh dijelaskan bahwa puasa ramadhan termasuk wajib dalam hukum taklifi. Perintah wajib ini merupakan salah satu bagian dari hukum taklifi yang bermakna suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan maka akan mendapat siksa. 

Dari definisi wajib tersebut maka puasa ramadhan termasuk dalam ketentuan wajib hukum taklifi. Meskipun pada hakikatnya dasar hukum kewajiban untuk berpuasa Ramadhan telah dijelaskan oleh Alquran, namun tidak serta-merta hal ini menjadi wajib, sehingga dapat dilihat juga dari segi hukum wadh`I untuk kapan berlakunya perintah tersebut.

Hukum wadh'I secara umum adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang sabab (sebab), syarat (syarat) dan mani' (penghalang). Menurut Imam Amidi, Ghazali, dan Syathibi berpendapat bahwa hukum wadh'I adalah hukum yang menghendaki dan menjadikan sesuatu sebagai sebab (al-sabab), syarat (al-syarthu), pencegah (al-mani'), atau menganggap sebagai sesuatu yang sah (shahih) atau batal, 'azimah atau rukhshah.

Oleh karena itu, hukum berpuasa Ramadhan wajib apabila tidak ada suatu halangan syar'I dan diperbolehkan tidak melaksanakan puasa Ramadhan dengan catatan adanya suatu halangan syar'i.  Dengan kata lain, ketika terdapat suatu udzur syar'I (mani') seperti haid, nifas dan sakit maka diperbolehkan tidak menjalankan puasa Ramadhan.

Kapan Puasa Ramadhan itu Wajib?

Suatu perintah wajib untuk berpuasa Ramadhan dapat berlaku apabila telah datang bulan Ramadhan yang dilakukan dengan Ru'yatul Hilal (sabab). Kemudian setelah bulan Ramadhan telah tiba maka perintah ini harus diukur lebih lanjut dari segi mukallaf (seseorang yang dibebani hukum-hukum syara') dengan melihat pada diri mukallaf apakah ada halangan atau tidak.  Apabila ada halangan maka perintah ini tidak berlaku (mani`), begitupun sebaliknya apabila tidak ada mani', dan ada perintah serta sabab, maka wajib hukumnya bagi mukallaf untuk melaksanakan  puasa Ramadhan.

Selanjutnya untuk pelaksanaan puasa tersebut dapat diukur demgam melihat dua keadaan yaitu apakah dalam keadaan umum (azimah) atau khusus (rukhsah), yang mana apabila ada sebab-sebab khusus maka hukum puasa menjadi rukhsah sebaliknya apabila tidak ada maka menjadi azimah.

Dalam keadaan `azimah, seorang mukallaf melaksanakan puasa Ramadhan, lalu pelaksanaannya diukur apakah telah sesuai dengan syarat dan rukunnya atau tidak. Apabila sesuai dengan syarat dan rukun maka dapat diterima (sah) apabila tidak sesuai maka tidak dapat diterima dan harus diulang (batal).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum wadh'i adalah pengaplikasiaan dari hukum taklifi. Hukum wadh'i ini berdasarkan pada masalah-masalah yang lebih khusus dibandingkan dengan hukum taklifi. Sehingga puasa Ramadhan hukumnya wajib dilaksanakan bagi mereka yang ada suatu halangan syar'i. Namun, kewajiban ini dapat menjadi gugur apabila adanya suatu halangan syar'I dengan catatan dapat mengqadha di lain waktu sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan selama tidak berpuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun