Mohon tunggu...
Dwi Elyono
Dwi Elyono Mohon Tunggu... Dosen - Pencari

Penerjemah bhs Inggris bhs Indonesia/bhs Jawa; peneliti independen dlm kajian penerjemahan, kajian Jawa, dan semantik budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mahapralaya Medang: Berpisahnya Raja Dharmawangsa Teguh dan Menantunya Airlangga di Dekat Patirtan Dewi Sri, Simbatan, Nguntoronadi, Magetan

29 Desember 2017   21:54 Diperbarui: 29 Desember 2017   22:32 3764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menelusuri jalan-jalan di desa Simbatan, Magetan, pikiran saya menerawang ke yang terjadi seribuan tahun lalu. Di desa ini di tahun 1006 atau 1016 terjadi peristiwa Mahapralaya, andai dugaan saya benar bahwa ibukota kerajaan Medang masa Raja Dharmawangsa Teguh terletak di desa ini (telah saya tuliskan sebelumnya dalam artikel Kompasiana berjudul "Simbatan, Magetan, Ibukota Kerajaan Medang" tentang dugaan saya bahwa desa Simbatan, kecamatan Nguntoronadi, Magetan, adalah letak ibukota kerajaan Medang masa Dharmawangsa).

Mahapralaya adalah peristiwa dihancurkannya kerajaan Dharmawangsa oleh pasukan Aji Wurawari dari Lwaram, yang sekarang Loram, dekat Cepu di perbatasan utara Jawa tengah dan Jawa Timur. Bersama pasukan Sriwijaya, tentara Wurawari menyerbu kraton Dharmawangsa di Wwatan, yang (saya duga) kemudian menjadi desa Watan, yang kemudian lagi menjadi dusun Simbatan Wetan di desa Simbatan sekarang. Ketika penyerangan terjadi, Raja Dharmawangsa sedang mengadakan pesta pernikahan putri dan menantunya, Airlangga, seorang pemuda bangsawan Jawa-Bali. 

Dharmawangsa meninggal dalam serbuan ini dan juga sebagian besar pejabat kerajaan. Airlangga dan istrinya dengan pengawalan Empu Narotama menyelamatkan diri dan bertirakat di hutan-hutan di Gunung Lawu atau Gunung Penanggungan. Beberapa tahun kemudian Airlangga keluar dari persembunyiannya dan mendirikan kerajaan Kahuripan, yang juga dikenal dengan Medang Kahuripan. Kerajaan ini berkembang menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa.

Seandainya benar Simbatan adalah lokasi ibukota kerajaan Medang Dharmawangsa, di mana lokasi kratonnya? Ada dua peninggalan yang bisa dijadikan titik awal pencarian lokasi kraton, yaitu Patirtan Dewi Sri dan Sendang Clelek, yang berjarak seratusan meter di barat daya Patirtan. Karena keadaan alam selalu menjadi pertimbangan kunci bagi pembangunan kraton di Jawa, bukit yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan lebat yang memanjang ke arah timur dari sekitar utara Sendang Clelek, melewati sisi utara Patirtan, terus ke timur sampai seratusan meter juga bisa menjadi titik tolak pencarian lokasi kraton. 

Tata letak kraton Ratu Boko di dekat Candi Prambanan bisa dijadikan salah satu acuan. Kompleks pendopo dan percandian diletakkan di atas di sisi utara, sementara kompleks tamansari, semacam patirtan, ditempatkan di bawah di selatan. Apakah kraton Simbatan ditempatkan di atas bukit berhutan lebat di utara Patirtan Simbatan? Belum ada yang menyelidiki. Bahkan belum ada ahli sejarah yang berpikiran bahwa Simbatan adalah lokasi ibukota kerajaan Dharmawangsa.

Tidak jarang peninggalan dari kerajaan-kerajaan kuno beralih fungsi menjadi makam atau pundung yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan semak belukar. Borobudur, sebelum ditemukan, adalah sebuah pundung raksasa yang ditumbuhi pohon-pohon besar. Demikian pula Batujaya, kompleks candi Buddha di Jawa Barat. Sebelum ditemukan, candi-candi Batujaya tertutup tanah, menjadi pundung-pundung yang dikeramatkan. 

Karena fakta-fakta ini, perlu dicermati makam-makam atau pundung-pundung (atau bukit-bukit kecil) di desa Simbatan untuk diteliti kemungkinannnya sebagai bekas lokasi kraton. Salah satu cara efektif untuk mendeteksi kesitus-sejarahan suatu tempat adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan, yang telah diterapkan di, salah satunya, kompleks percandian Angkor Wat, Kamboja.

Sesampai di Patirtan Dewi Sri, saya disambut seorang bapak separoh baya yang sangat ramah. Beliau menceritakan tentang adanya saluran kuno yang mengarah ke tenggara, yang menjadi tempat pembuangan air dari patirtan. Di satu titik saluran di pojok tenggara ditemukan sumur gumuling atau sumur guling. Telah dilakukan penggalian oleh tim purbakala dari Trowulan untuk memastikan keberadaan saluran kuno ini.

Saat diadakan pemugaran patirtan, tim dari Trowulan bersama warga desa Simbatan berjuang mengangkat atap-atap candi yang sangat berat dari tengah patirtan untuk ditempatkan di pinggir patirtan. Sampai sekarang atap-atap candi berhias ukiran kala tersebut masih berada di pinggir patirtan, menunggu pemugaran berikutnya untuk dikembalikan ke tengah patirtan.

Asyik-asyiknya ngobrol, pak Sumiran, juru kunci patirtan, datang. "Wah, Pak, niki juru kuncinipun patirtan, keponakan kula. Monggo diterusaken ngobrolipun," bapak yang ramah itu kemudian pamit.

"Wah, Pak, ini sudah kedua kalinya saya datang ke sini. Saya dari Ngawi, Pak. Lha niki habis ada acara nggih, Pak? Kok banyak cagak bambu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun