Membaca, ternyata belum menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia, setidaknya begitu hasil dari sebuah survey. Menurut data majalah Komputer Aktif (no 50/26 Maret 2003) berdasarkan survey Siemens Mobile lifestyle III menyebutkan bahwa 60 persen remaja usia 15 – 19 Tahun dan pascaremaja lebih memilih mengirim dan membaca sms daripada membaca buku, majalah dan Koran. Hal ini menunjukkan penurunan minat baca akibat penggunaan ponsel secara berlebihan. Itu data tahun 2003, bisa dibayangkan apa yang terjadi 8 tahun kemudian, tahun 2011 sekarang, dimana harga handphone, net book dan laptop semakin terjangkau, biaya internet pun murah. Promosi buku harus makin pintar agar penerbit tak gulung tikar, promosi berupa quiz berhadiah buku kemudian berharap buku tersebut diresensikan sang penerima hadiah mungkin sudah lazim, cenderung "basi". Ada beberapa penerbit yang mengirimkan buku-buku baru kepada peresensi handal yang telah menjadi "langganan" untuk dijadikan sarana promosi. Tapi yang satu ini jelas meniupkan semangat kebaruan seperti misi yang ditiupkan sang penerbit http://hasfapublishing.blogspot.com/. Mempromosikan buku (novel) sembari menjaring naskah melalui event/lomba menulis lanjutan dari ending si buku untuk kemudian diterbitkan dan dipasarkan berpasangan dengan harga diskon. Diskon, potongan harga siapa yang tak tertarik untuk memanfaatkannya ? (Paket Hemat Mayasmara dan Mayaseries = Rp.50.000,-). Harga buku yang cenderung mahal untuk sebagian kalangan tentu semakin menurunkan minat baca, setidaknya mengurangi anggaran membeli buku. Kebetulan saya pernah juga mengikuti lomba resensi Mayasmara : [caption id="attachment_134897" align="alignnone" width="512" caption="Dua Buku = Lima Puluh Ribu (Mayasmara dan Mayaseries)"][/caption]
JUDUL BUKU (NOVEL) : MAYASMARA
PENULIS:Dian Nafi dan A(rt)gusfaizal
PENERBIT:Hasfa Publisher
ISBN:978-602-98187
Mayasmara, sesuai judulnya novel ini menceritakan kisah asmara gadis bernama Mayana yang jatuh cinta pada seseorang di dunia maya.
Sebuah kenyataan bahwa di era modernisasi dunia maya bagai memiliki kekuatan magis. Jika tidak bijaksana menggunakannya kita bisa terjerumus dalam hal-hal yang membawa mudharat dan jauh dari manfaat. Seperti banyak terjadi akhir-akhir ini banyak gadis usia muda terperangkap jebakan lelaki hidung belang di dunia maya yang belum dikenal terlalu dekat atau sebagaimana halnya kisah sepupu Mayana yang harus kawin lari demi cinta buta lelaki yang hanya dikenal di dunia maya.
Mayasmara dengan cerdas membidik segmen pembaca para peselancar di jejaring sosial dengan penggunaan kata yang lazim digunakan dalam aktivitas berkoneksi, patut diberikan acungan jempol bahwa Mayasmara boleh disebut sukses dalam menautkan kata-kata tersebut menjadi sebuah sub judul (Bab) dalam Novel sehingga terdapat korelasi antar sub judul dengan paparan kisah. Pemilihan kertas dan cover buku yang cantik menjadi daya tarik tersendiri.
Mayasmara tidak secara dangkal membahas cinta dan seluk beluk dunia maya, dalam novel ini banyak ditemui kalimat puitis tentang cinta yang universal bukan hanya antara lelaki – wanita namun juga cinta kepada Sang Pencipta dan orang tua.
Novel dengan dua penulis mungkin bukan hal baru, namun Mayasmara meniupkan angin segar dalam kalimat demi kalimat yang ditulis penuh perasaan.
Kalimat indah yang menelusup ke dalam jiwa seperti : “Gemericik memecah musim dalam keping-keping basah dalam telapak-telapak menengadah setelah adzan menggugah” memberi kesan begitu dalam betapa terkadang kita merindukan Tuhan.
Pergolakan batin Mayana (sebagai sosok yang ingin berbakti kepada ibunda) dan Mayanya – sosok wanita yang memperjuangkan cinta di bab terakhir juga menggelitik untuk disimak.
Mayana bukan novel yang memandang cinta menjadi sesuatu yang memabukkan tidak pula menempatkan cinta sebagai sesuatu yang begitu absurd untuk dirasa. Mayana menyisipkan pesan moral : jadikanlah cinta kepada Tuhan sebagai landasan untuk mencintai sesama manusia dan lawan jenis yang didamba menjadi pasangan hidup maka niscaya ketenangan batin pun akan diraih. “Cinta adalah memberi, bukan mengambil, cinta adalah keikhlasan mendapat hak, bukan kewajiban yang harus dituntut dan cinta apapun dalihnya membuatmu lebih bersabar, tabah dan menemukan Tuhan melalui Tuhan”.
Alur cerita dibuat sedemikian rupa sehingga pembaca bertanya-tanya apakah Mayana sesungguhnya bertemu dengan Nero atau sebaliknya ?, akhir cerita juga dibuat tanpa penyelesaian yang "sempurna".
Maka diadakanlah sayembara menentukan kelanjutan Mayasmara sesuai imajinasi masing-masing kontributor. Hingga lahirlah Mayaseries. Kisah yang ditulis oleh pembaca menurut selera....hmm pasti asyik menikmatinya seperti juri pada lomba masak memasak. Ada yang melanjutkan kisahnya dalam balutan humor, ending tak terduga dan mungkin ada yang sebagian berusaha semirip mungkin dengan Mayasmara seperti yang dikomentari sang editor dalam promosinya :
Banyak yang mengejutkan, ketika pola gaya para pengembang Mayaseries ini begitu sungguh berusaha untuk memepetkan kepada aslinya. Jempol. Namun sesungguhnya, dirimu adalah dirimu sendiri. Memang mustahil, kecebur tanpa basah. Namun sebagai jati diri, basah atau tetap kering bisa hanya sebagai persepsi.
Intiplah cuplikan tulisan Penerbit sebagai pengantarnya :
Hidup ini sederhana. Karena hasrat, keinginan dan lain sebagainya, jadilah hidup itu rumit. Berat. Maka menjadi beban. Dan mahal. Demikianlah Mayasmara, sebuah karya tulis imaji yang sangat sederhana, tadinya. Hanya tentang dunia maya. Ketika diinginkan kemayaan itu dinyatakan, ketika pertemuan itu dipertemukan, ketika keberlanjutan itu disyaratkan, maka Mayasmara ditempatkan pada jalur-jalur yang rumit dan sulit. Batas-batas kemayaannya telah diterabas untuk menyata, bahkan berusaha menyatu dengan hal tertentu. Namun ketika kemayaan itu tetap menjadi kemayasmaraannya, maka sebagai subyek, Maya akanlah tetap menjadi sebagai maya, bukan siapa-siapa. Bukan penulis bukanlah pula pembaca. (demikian pula yang akan terjadi terhadap Nero).
Cerdik, inspiratif dan mencuri perhatian bukan ?. Menjadikan pembaca sebagai penulis tentu juga memacu mereka sebagai kontributor untuk turut mempromosikan karya bersama.
Eh siapa tau kelak ada Mayaseries jilid Dua, Tiga, seterusnya....pembaca yang menjadi penulis, kapan lagi ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H