Mohon tunggu...
Dwi Aprilytanti Handayani
Dwi Aprilytanti Handayani Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer Jawa Timur

Alumni Danone Digital Academy 2021. Ibu rumah tangga anak 2, penulis konten freelance, blogger, merintis usaha kecil-kecilan, hobi menulis dan membaca Bisa dihubungi untuk kerjasama di bidang kepenulisan di dwi.aprily@yahoo.co.id atau dwi.aprily@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menganalisa Faktor Kemenangan Paslon 02

17 Februari 2024   11:13 Diperbarui: 17 Februari 2024   11:13 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu 2024 penuh kejutan. Meski sebagian besar memprediksi pasangan Prabowo Gibran keluar sebagai pemenang mengingat ada campur tangan petahana, tetapi mungkin masyarakat atau tepatnya saya, tetap kaget dengan raihan suara para paslon di hasil Quick Count.

Masih jelas teringat ramainya kritik atas cara pencalonan cawapres 02 yang memaksakan segala cara, hasil menabrak konstitusi, terbukti dengan diberhentikannya Anwar Usman sebagai Ketua MK. Belum lagi cara kampanye yang sangat menggelikan dengan memanfaatkan dan mengerahkan fasilitas negara (menteri tanpa cuti menjadi jurkam, presiden meng-endorse paslon 02 dengan berfoto bersama, politisasi bansos, kabar kenaikan gaji PNS) hingga menyebabkan pihak akademisi merasa perlu melayangkan kritik terbuka melalui pernyataan bahwa kondisi demokrasi Indonesia tidak sedang baik-baik saja.

Apakah penyebab raihan angka paslon 02 hingga mencapai lebih dari 50 persen di QC? Analisa saya adalah sebagai berikut

  • Retorika "1 putaran" yang massif

Menjelang akhir masa kampanye, paslon 02 menggemakan jargon: ayo satu putaran biar hemat anggaran. Retorika ini bisa jadi memberikan dampak psikologis pada sebagian orang yang nggak terlalu peduli dengan pemilu : "ya ih, mending satu putaran aja, capek antri" "Duh, siapa aja yang menang toh rakyat jadi korban, dibikin cepet aja dah biar hemat anggaran negara" dan berbagai pikiran serupa karena retorika "1 putaran" akhirnya memutuskan memilih 02

  • Perasaan kasihan

"Kasihan ya Pak Prabowo empat kali nyapres ngga jadi-jadi" atau "Kasihan ya pak Prabowo jadi bulan-bulanan di Debat Capres" "Kasihan pak Prabowo udah tua blom juga tercapai cita-citanya jadi presiden, kalau gak sekarang kapan lagi, kan yang dua capres lain masih muda, isa nyapres dua tahun lagi" anggapan semacam ini, terutama dari orang-orang yang mendahulukan perasaan akhirnya membuat mereka berlabuh ke 02

  • Efek Jokowi dan Prabowo die harder

"Bansos ini dari presiden Jokowi, bapak ibu tahu kan, putra Pak Jokowi adalah mas Gibran yang sedang jadi cawapres" kata sosok menteri yang membagikan bansos yang berasal dari APBN, uang rakyat. Bagi Jokowi di harder, fans garis keras maka yang penting mereka : pilih yang ada Jokowinya. Jangan salah, bukan hanya masyarakat bawah yang bergantung pada bansos bisa jadi Jokower garis keras, teman saya ada yang termasuk kelas atas dan sarjana (saat berhembus isu jabatan presiden akan diuah menjadi tiga periode) pernah nyetatus : bahkan Jokowi 10 periode pun saya rela .

Ada juga Prabowo garis keras yang menjadi pendukung sejak jadi cawapres Megawati. Dahlah bagi mereka yang penting Prabowo harga mati

  • Jargon : Melanjutkan kerja Jokowi

Angin surga berupa pemberian bansos hingga dirapel menjelang pemilu dan kabar kenaikan gaji bagi ASN pasti merasuk ke benak sebagian orang yang bersangkutan. Apalagi jargon melanjutkan kerja Jokowi, sedikit banyak mempengaruhi pikiran orang (yang malas membaca dan melihat debat) dan membuat mereka berpikir; jangan-jangan kalau ganti presiden berjargon saatnya perubahan, fasilitas bansos dan kenaikan gaji ASN ditiadakan. Padahal saat debat baik paslon 01 dan 03 juga menyatakan bahwa bansos akan tetap diberikan kepada yang membutuhkan bantuan (tanpa berharap imbalan) dan mekanismenya disempurnakan. Padahal Bansos sudah ada sejak masa pemerintahan SBY hanya ganti nama saja dari BLT menjadi Bansos

  • Kepentingan bisnis dan kepentingan "kasus"

Bisa jadi ada pihak tertentu yang memilih paslon 02 karena kepentingan bisnis dengan pihak-pihak yang berada di circle 02. Bahkan kepentingan "kasus" bisa mengubah arah. Masih ingat kasus KPK menyambangi Kantor Gubernur Jawa Timur dalam rangka menyelidiki dana hibah hingga akhirnya kasus tersebut tak lagi terdengar dan Khofifah beserta wakilnya menjadi Jurkam paslon 02 di Jawa Timur. Padahal lima tahun lalu Khofifah menyatakan sikap saat ditanya Najwa Shiha mengapa tidak memilih Prabowo : bagaimana bisa mempercayakan Negara kepada pak Prabowo yang tidak punya pengalaman memimpin di daerah. Masih terekam jelas dukungan Bupati Sidoarjo Ahmad Mudlor yang merupakan kader PKB (partai pengusung paslon 01) di deklarasi AMIN di Surabaya lalu tiba berubah arah menyatakan dukungannya pada paslon 02 setelah KPK menyambangi rumah dinas bupati untuk pengusutan dugaan kasus

kasus korupsi pemotongan insentif ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo. Tak pelak lagi, golongan masyarakat yang menganut : pilihan presidenku opo jare gubernur dan bupati

  • "Silent majority"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun