"Ngapain tanggal merah masih  ke sekolah bawa laptop segala, ntar rusak laptop malah susah" gerutuku melihat si bungsu mengemas laptop yang baru berumur beberapa bulan, hasil patungan tabungannya dan si ayah.
"Yee Ma, ini ngerjakan tugas kelompok. Mulai semester ini tuh nilai raport kelas 8 nggak hanya dari hasil ujian tapi bikin presentasi" Oh saya kurang informasi, mungkin ini yang disebut Kurikulum Merdeka Belajar. Siswa-siswa kelas 7 di sekolah anakku sejak awal tahun telah mengaplikasikan Kurikulum Merdeka Belajar secara bertahap. Dilihat dari edaran sekolah, anak-anak kelas 7 harus menyelesaikan berbagai jenis praktek, presentasi dan prakarya sebagai pengganti ujian sekolah.Â
Semarak Merdeka Belajar ini mengundang berbagai respon masyarakat, termasuk teman-teman dan tetangga saya. Rata-rata yang memiliki anak usia SD dan SMP mempertanyakan: jika tidak ada tugas dan PR serta ujian bagaimana mengukur keberhasilan proses pembelajaran. Sedangkan yang memiliki anak usia SMA mengeluhkan ketidaksiapan orang tua dan siswa mengenai tidak adanya penjurusan di SMA untuk persiapan melanjutkan ke perguruan tinggi. Jika sebelumnya di kelas 2 SMA atau kelas 11 siswa diarahkan untuk memilih jurusan Fisika (A1), Biologi (A2) atau Sosial (A3) dalam Kurikulum Merdeka Belajar siswa dibebaskan memilih mata pelajaran kelompok pilihan ketika duduk di kelas 11 dan 12. Namun beberapa teman yang anaknya duduk di kelas 11 mengeluhkan pilihan mata pelajaran kelompok pilihan tidak benar-benar merdeka sesuai minat mereka atau masih bingung harus memilih mata pelajaran apa. Misalnya, bagi yang berminat di bidang kesenian dan perfilman, apakah tetap harus mempelajari fisika dan kimia atau seharusnya bersekolah di sekolah kejuruan?
Mengutip diskusi saya dan beberapa teman di salah satu unggahan mbak Dian Kristiani tentang pilihan paket mata pelajaran di salah satu SMA penggerak di Sidoarjo tahun 2022 lalu.
Begini kutipan sharing dari mbak Dian:
"Trus kutanya tetanggaku, katanya sebenarnya dia milih biologi, fisika, kimia, dan sosiologi. Namun ternyata tidak ada paket itu, dia harus ikut paket 7 or 8 padahal dia tidak suka bahasa Jerman or Jepang. Aku masih meraba-raba tentang ini. Yang kupahami kan sebenernya anak bebas memilih sesuai minatnya. Dan bisa campur-campur, misal kayak G minatnya di sosiologi, bahasa, dan (mungkin) biologi. Tapi kalo liat paket-paket ini rasanya ga mungkin mapel IPA dan IPS bisa didapatkan secara bersamaan."
Saya sendiri merasa perlu membekali diri mengenai Kurikulum Merdeka, sebab si bungsu masih duduk di sekolah menengah yang kemungkinan kelak di SMA juga harus menghadapi permasalahan yang sama. Beruntung informasi mengenai Semarak Merdeka Belajar bisa diakses di berbagai platform milik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Salah satu cara menambah wawasan mengenai Kurikulum Merdeka Belajar adalah mengikuti berbagai webinar. Pada 17 Mei 2023 saya mengikuti webinar yang diselenggarakan atas kerja sama Kompasiana dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan pembicara:
- Ibu Suharti, Sekjen Kemendikbudristek
- Bapak Fathur Rozi , Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab Probolinggo
- Alir  Bening, perwakilan mahasiswa berprestasi
- Mbak Yana Haudy, Kompasianer
Webinar yang berlangsung kurang lebiih selama satu setengah jam tersebut memberikan beberapa poin-poin penting yang patut saya catat sebagai berikut:
Praktik Baik dalam Kurikulum Merdeka Belajar
Praktik baik dalam kurikulum merdeka belajar merupakan kegiatan atau pengalaman baik terkait proses belajar mengajar menggunakan kurikulum merdeka belajar, antara lain adalah:
- Kurikulum Merdeka Belajar membantu memacu kreativitas