Apa kabar Chantiq Schagerl pemeran Delisa dalam Film Hafalan Shalat Delisa? terkadang saya bertanya-tanya. Film religi yang diangkat dari novel karya Tere Liye ini menjadi pusat perhatian pecinta sinema Indonesia di tahun 2011. Film yang seluruh lokasi syutingnya dilakukan di Aceh ini pantas disebut sebagai salah satu film Indonesia terbaik, terbukti dengan pencapaian prestasi dalam 7th Cyprus Int'l Film Festival 2012 (6-22 Oktober 2012) dan Int'l Festival of Children's in Youth Cinema 2012 Madrid, Spanyol (10-15 Desember 2012)
Film Hafalan Shalat Delisa mengangkat kisah sosok gadis kecil bernama Delisa yang berusaha keras menghafalkan bacaan doa-doa dalam sholat. Dan ketika tiba waktunya maju di depan kelas untuk ujian praktek hafalan shalat, tepat saat itu tsunami melanda. Musibah dahsyat yang merenggut nyawa ratusan ribu jiwa pada 26 Desember tahun 2004 ini menyebabkan ribuan orang kehilangan keluarga, tak terhitung anak-anak menjadi yatim piatu. Musibah yang sama menimpa Delisa, tak hanya kehilangan satu kaki karena harus diamputasi akibat luka-luka yang ia derita sebagai korban tsunami, Delisa juga kehilangan ibu dan ketiga kakak perempuannya. Ayah Delisa yang diperankan Reza Rahadian buru-buru pulang dari tempat kerjanya di kapal tanker internasional setelah mendengar berita tsunami Aceh.
Kisah bergulir ketika Delisa dan ayahnya melanjutkan hidup mereka dan harus belajar menerima kenyataan kehilangan keluarga yang dicintai, rumah dan harta bendanya.
Berbeda dengan  beberapa film religi lain yang tergolong berat dan butuh pembatasan usia bagi penontonnya, Hafalan Shalat Delisa adalah salah satu film religi yang bisa ditonton oleh semua usia. Meski sosok Delisa dalam film ini digambarkan "pikirannya terlalu dewasa" untuk anak seusianya, setidaknya film ini membuat kita merenungkan kembali pentingnya menjaga kualitas keimanan dalam dada. Tak terbayang pedihnya penderitaan masyarakat Aceh saat tsunami 2004 melanda. Padahal daerah yang disebut serambi Mekah ini terkenal sangat religius dan menerapkan hukum syariat Islam dalam tatanan hidup bermasyarakat.
Apakah dengan datangnya bencana berarti Allah tak sayang? Apa manfaatnya taat beribadah jika hidup tetap susah dan tertimpa musibah? Pertanyaan-pertanyaan menohok ini sering muncul ketika kualitas iman sedang menurun terutama saat diuji secara beruntun. Ketika berpikir hidup kita paling susah, mungkin dengan membayangkan penderitaan rakyat Aceh saat tsunami dan masyarakat di belahan bumi lain yang sedang ditimpa ujian bencana alam atau peperangan akan membuat kita tersadar bahwa setiap insan diciptakan Allah untuk diuji hingga saat akhir kehidupan nanti.
Hal yang menarik dari Hafalan Surat Delisa ini adalah kontroversi bahwa Chantiq Schagerl si pemeran Delisa beragama non muslim, maka ia harus bekerja keras memerankan sosok Delisa dengan sentuhan agama Islam yang kuat. Tak kalah menarik lagi adalah fakta bahwa salah satu korban tsunami Aceh 2004 bernama Delisa Fitri Rahmadani. Gadis ini namanya turut tenar ketika novel dan film Hafalan Shalat Delisa dirilis. Meski demikian Delisa asli mengaku tidak mengetahui asal muasal kisahnya yang sangat mirip dengan Delisa dalam film (terseret tsunami, diselamatkan bule, kaki terpaksa diamputasi dan ayahnya sedang di luar kota) diangkatsebagai tema novel dan film tersebut.
Terlepas dari kontroversi di balik Hafalan Shalat Delisa, film ini membawa angin segar bagi genre film religi. Sentuhan agama dalam sinema tidak hanya berkutat pada peran ustadz yang bertarung melawan setan atau ritual mengusir iblis dengan bacaan ayat Qursy dan melempar tasbih seperti yang biasa ditampilkan film horror berbumbu religi. Sebab implementasi ajaran agama tidak hanya terhenti pada ritual namun lebih bagaimana menempatkan hati agar mampu ikhlas menjalani takdir Illahi dan bagaimana menempatkan diri dalam berinteraksi dengan sesama manusia dengan menjaga harmoni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H