Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dibentuk pemerintah untuk menjadi wasit dalam bisnis operator seluler di tanah air.
Lama tidak pernah terdengar apa sepak terjangnya, apa yang telah dilakukan dalam menciptakan lapangan permainan yang adil bagi semua operator; minggu kemarin BRTI menurunkan "fatwa" yang mengharamkan operator seluler menawarkan fitur SMS Gratis.
Hmm, coba pikirkan bagaimana nalar dan logika orang-orang pintar yang tergabung di BRTI ini.
Jika SMS gratis bisa mengganggu jaringan telekomunikasi, bagaimana penjelasan BRTI tentang polling-polling yang mengeksploitasi penggunaan SMS. Contohnya acara-acara yang diselenggarakan stasiun televisi seperti AFI, Idol, Master dsb. Pembawa acara dengan demonstratif selalu menyerukan kepada pemirsa untuk "... mengirimkan SMS SEBANYAK-BANYAKNYA..."
Apakah BRTI tidak menguatirkan "kenyamanan" pelanggan lain terganggu?
Belum lagi penyedia content sampah yang dengan segala upaya mencoba mengelabui pengguna seluler agar "REG .... (sampah)"
Apakah BRTI betul peduli dengan "kenyamanan" pelanggan telepon seluler?
Skema Sender Keeps All (SKA) yang dipermasalahkan juga tidak masuk akal. Sejak operator seluler sepakat membuka jalur SMS lintas operator belasan tahun yang lalu sebenarnya hal ini sudah dipertimbangkan dengan matang.
Walaupun operator pengirim takes all income, tetapi ketika penerima SMS membalas, gantian operator lain yang takes all income. Fair enough untuk semua opeator, baik operator besar maupun operator kecil.
Itu mengapa hampir semua operator di Indonesia membolehkan Yahoo meneruskan pesan di Yahoo Messenger ke handphone pelanggan dalam bentuk SMS walaupun Yahoo tidak membayar sesen pun untuk itu. Harapannya adalah ketika pelanggan handphone reply menggunakan SMS juga, operator Sender Keeps All income.