Pendidikan adalah pilar utama dalam membangun karakter generasi masa depan. Hal ini ditegaskan oleh Azzahra Putri Santi yang akrab disapa Kak Zahra, Presiden Yayasan Seribu Satu Cita, berbagi pandangannya tentang pendidikan.
Menurut Kak Zahra, pendidikan bukan hanya soal belajar mata pelajaran seperti matematika atau ilmu pengetahuan sosial. Lebih dari itu, pendidikan adalah sebuah alat atau tools untuk membentuk karakter individu. “Orang yang benar-benar berpendidikan pasti memiliki karakter”, ujarnya. Pendidikan menjadi fondasi penting dalam membangun generasi masa depan yang berkarakter.
Dalam hal ini terbukti dengan didirikannya Yayasan Seribu Satu Cita pada Tahun 2019, yang merupakan wujud keresahan Kak Zahra dan Timnya terhadap masalah pendidikan di Indonesia. Kak Zahra terinspirasi dari pengalaman pribadinya, di mana akses pendidikan yang layak menjadi tantangan besar setelah kehilangan ayahnya di usia muda. “Saya ingin membantu anak-anak yang mengalami situasi sulit agar mereka tidak merasa sendiri dan tetap memiliki harapan untuk masa depan”, ujarnya.
Melalui Yayasan ini Kak Zahra berfokus pada pemberdayaan anak-anak yang kurang beruntung. Salah satu program unggulan mereka adalah Rumah Cita, tempat anak-anak belajar, mengaji, dan mengerjakan tugas sekolah dengan bimbingan sukarelawan. Program ini menunjukkan pendekatan berbasis kebutuhan (human-centric) yang menempatkan penerima manfaat sebagai pusat perhatian.
Sebagai seorang mahasiswa dan presiden Yayasan, Kak Zahra menunjukkan bagaimana pentingnya manajemen waktu yang baik. “Manajemen waktu bukan soal metode, tapi soal kesadaran diri”, katanya. Menurut Kak Zahra, kunci untuk mengatur waktu adalah memahami prioritas dan memanfaatkan setiap kesempatan dengan baik.
Sebagai seorang aktivis pendidikan tentu ada tantangan tersendiri. Kak Zahra mengungkapkan bahwa ketimpangan pendidikan antarwilayah masih menjadi masalah utama. Pulau Jawa memiliki akses pendidikan yang jauh lebih baik dibandingkan wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Kak Zahra juga menyoroti kurangnya fasilitas seperti laboratorium dan perpustakaan di sekolah-sekolah daerah.
Menurut Kak Zahra, walaupun teknologi dapat menjadi solusi untuk mengatasi beberapa tantangan ini. Namun, Kak Zahra menekankan bahwa digitalisasi pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi anak-anak di daerah terpencil. “Tidak semua anak memiliki akses ke perangkat digital atau internet. Kita perlu memastikan semua pihak mendapatkan kesempatan yang sama”, jelasnya.
Dalam mewujudkan rencananya tentu Kak Zahra perlu bantuan banyak orang, dalam hal inilah mahasiswa memiliki peran besar untuk mendukung pendidikan. Mereka dapat berkontribusi melalui kegiatan mengajar, membangun komunitas, atau menyuarakan gagasan mereka di media sosial. “Jangan takut untuk menyuarakan ide. Sebagai mahasiswa, kita memiliki peluang besar untuk memengaruhi kebijakan dan membawa perubahan”, katanya.
Kak Zahra berharap pendidikan wajib dua belas tahun benar-benar dapat direalisasikan di seluruh Indonesia. Kak Zahra juga mendorong semua pihak untuk melihat pendidikan sebagai investasi masa depan. “Pendidikan adalah kunci untuk membuka banyak pintu kesempatan. Jadilah hebat yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar”, tutupnya dengan penuh semangat.