Mohon tunggu...
sultan tan
sultan tan Mohon Tunggu... -

pemulung kata

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Keajegan Bahasa Indonesia

26 Mei 2011   03:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:13 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat sejarah perkembangan bangsa Indonesia, dari zaman penjajahan sampai zaman kemerdekaan, sejalan dengan perkembangan dan peroses kemunculan bahasa Indonesia. Awalnya bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu, kemudian berkembang menjadi bahasa persatuan setelah mengalami penetapan pada tanggal 28 oktober 1928. Hal itu diperkuat dengan tercantumnya dalam redaksi pengakuan sumpah pemuda "kami putra-putri indonesai mengaku berbahasa satu bahasa Indonesia".

Dalam goresan ini, saya tidak membahasa tentang proses kelahiran bahasa Indonesia, tetapi saya tertarik dengan beberapa pola dan variasi dalam pengunaan bahasa Indonesia terkait dengan struktur kata dan kalimat. Saya memahami bahwa bahasa selalu mengalami perkembangan, hal ini terlihat dengan munculnya berbagai macam bentuk istilah, seperti bentuk kata gaul, prokem, argot dan lain-lain.

Kemunculan bentuk-bentuk bahasa tersebut memperkaya khazanah perjalanan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Akan tetapi, di samping itu bentuk-bentuk bahasa tersebut menjadi masalah apabila dilihat dari keajegkan struktur kebahasaannya.

Kini generasi muda tidak lagi bangga tatkala berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang polos, artinya bahasa yang standar. Tetapi kebanyakan generasi muda lebih seneng berkomunikasi dengan bahasa campuran. Misalkan dalam komunikasi sehari-hari walaupun dia menggunakan bahasa Indonesia namun lebihbanyak diselingi dengan kata-kata asing dan hal itu dinikmati seolah-olah bahasa semacam itu menambah peraya diri dan terkesan bergengsi. Bahkan bukan hanya generasi muda, para tokoh negeri atau para pejabat juga melakukan hal yang sama. Fenomena tersebut menujukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki rasa toleransi yang sangat tinggi, toleransi bukan hanya terhadap keyakinan, suku, dan daerah tetapi toleransi terhadap bahasa asing juga tidak kalah. Hal tersebut barangkali patut dibaggakan, namun dibalik kebaggaan itu ada hal lain juga yang sangat disayangkan, dengan kecendrungan masyarakat Indonesia berkomunikasi dengan bahasa campuran (menggunakan istilah asing) itu menyebabkan seolah-olah bahasa Indonesia menjadi bahasa yang jadul, kampungan ndeso. Sehingga minat para pelajar untuk mempelajari bahasa Indonesia menjadi kurang/rendah.

Ironinya ada beberapa Negara yang sudah mempelajari bahasa Indonesia guna kelangsungan negaranya dalam berbagai bidang. Misalkan Vietnam menjadi salah satu Negara yang menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa keduanya, dan diikuti oleh beberapa Negara lainnya. Namun di Indonesia sendiri malah bahasa Indonesia dianggap bahasa bawahan.

Munculnya beberapa Negara yang mempelajari bahasa indonesi menjadi kebanggaan kita bersama, bahwa bahasa Indonesia juga memiliki nilai yang tinggi di mata Negara asing. Namun di balik kebanggan itu kita juga harus mewaspadai terjadinya labelisasi budaya oleh Negara lain, misalkan seperti yang dilakukan Negara tetangga (Malaysia) yang mengklaim beberapa budaya menjadi budaya negaranya sendiri. Karena beberapa budaya itu kurang mendapatkan perhatian oleh pemerintah dan masyarakat, setelah Negara lain mengakuinya baru memunculkan respon-respon imposibel untuk mengambil kembali budaya tersebut. Tetapi semoga bahasa tidak sampai seperti itu, karena bahasa adalah identitas budaya terkuat yang dimiliki oleh masing-masing Negara di dunia.

Dari beberapa goresan tersebut saya berharap agar bahasa Indonesia tetap ajeg dalam perannya sebagai bahasa persatuan di lingkungan Negara kesatuan republik Indonesia.

Terakhir wahai saudaraku, pejabat, pengusaha, petani, tukang becak dan para intlektual muda, gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar demi keajegan bahasa dan budaya Indonesia pada masa yang akan datang.

Sultan, pemulung kata di lingkungan STAIN Pontianak

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun