Prestasi Ignasius Jonan dalam dunia kereta api Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Pasalnya ketika menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia pada 2009, ia sukses melakukan berbagai trobosan. Salah satunya yang ketika berhasil "menyulap" moda transporasi kereta api.
Jika dilihat kebelakang, sebelum Jonan menjabat sebagai Dirut PT KAI, meskipun menjadi moda transportasi yang cukup digemari, namun kereta api memiliki citra yang kurang bagus di masyarakat.
Bahkan, banyak masyarakat yang mengatakan ketika masa itu kereta api baik jarak jauh ataupun Jabodetabek sangat tidak manusiawi.
Bayangkan saja, ketika masa itu, masih gampang sekali untuk menemukan penumpang kereta yang naik di atap kereta rel listrik (KRL) tanpa memperhatikan keselamatan diri. Tak sampai di situ, tingkat kriminalitas di KRL pun tergolong cukup tinggi dengan maraknya jambret atau aksi pemalakan.
Bahkan, ketika itu, stasiun-stasiun kereta tergolong cukup kumuh dengan banyaknya penumpang KRL yang kurang bijak.
Yang menyedihkan, ketika masa itu, banyak para penumpang yang tidak membayar tiket perjalanan. Harian Kompas edisi 20 Februari 1992 mencatat, penumpang KRL lintas Jabodetabek kurang sadar dalam membeli tiket. Dari 28.000 penumpang KRL Jabodetabek per hari, sekitar 13.000 penumpang tidak membeli tiket.
Dari segi armada, kereta masa itu cukup memperihatinkan. Pasalnya dari berbagai sumber yang didapatkan, salah satu masinis KRL Jabodetabek masa itu menuturkan, sering sekali ketika menjalankan KRL, masinis hanya menggunakan feeling. Hal tersebut dilakukan karena sinyal di KRL kerap kali mengalami gangguan.
Untuk kereta jarak jauh tak jauh berbeda. Pasalnya ketika itu, Anda akan dengan mudah menemukan pedagang asongan berlalu lalang di dalam gerbong. Bahkan, tak sedikit penumpang yang merokok di dalam gerbong.
Kesan kumuh dan tidak manusiawi moda transportasi kereta sedikit demi sedikit mulai hilang, pasca masuknya Ignasius Jonan.
Pasalnya ketika menjabat sebagai Dirut PT KAI, Jonan banyak melakukan perubahan, seperti penghapusan KRL kelas ekonomi dan menggantinya dengan KRL commuter, mendisiplinkan penumpang yang tidak membeli tiket, menata kawasan stasiun, meningkatkan pendapatan dari kereta barang, menerapkan e-tiket, dan lainnya.