KUIS K14.
Judul Jurnal :Â
Determinants of Corruption in Developing Countries Ghulam Shabbir, Mumtaz Anwar.
Latar Belakang/Fenomena Penelitian :
Tidak ada satupun wilayah di belahan bumi yang pernah kebal dari korupsi. Korupsi adalah penyakit yang menyebabkan morat-maritnya manajemen dalam suatu negara. Korupsi bukan lagi fenomena yang baru ia lahir bersama institusi-institusi pemerintahan
 Ada 2 dimensi yang membahas korupsi dalam beberapa literatur, yaitu ; korupsi dalam sektor publik dan korupsi dalam sektor swasta. Dalam studi kali ini, isi pada tulisan adalah menganalisis 41 negara berkembang untuk menyelidiki faktor-faktor penentu korupsi yang kemudian terbagi ke Determinan Korupsi (determinan ekonomi dan non ekonomi). Determinan ekonomi meliputi kebebasan ekonomi, globalisasi, tingkat pendidikan, disstribusi pendapatan dan kebebasan pers, demokrasi dan bangsa penduduk yang berafiliasi dengan agama tertentu.Â
Penelitian mengenai determinan korupsi memerlukan suatu studi yang komperehensif an melibatkan disiplin ilmu lain tidak terpaku pada ekonomi saja. Temuan empiris dari penelitian ini menunjukan bahwa ; semua determinan ekonomi berhubungan negatif dengan tingkat korupsi. Hal tersebut menunjukan bahwa norma sosial-politik dan agama sangat lemah sehingga tidak dapat mempengaruhi kepesatan fenomena korupsi pada negara tersebut. Dengan begitu, persepsi mengenai kepesatan korupsi tidak dipengaruhi oleh agama. Tulisan ini menyimpulkan bahwa pemerintah harus memfokuskan faktor ekonomi untuk menekan tingkat korupsi.
Novelty Keterbaharuan Penelitian :
tulisan ini menganalisis secara komperatif dari 41 negara berkembang menggunakan data cross sectional. Data mengenai angka korupsi (Corruption Perceived Index) telah disusun Transparency International. Dalam merumuskan CPI, Tranparency International mempertimbangkan politik, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi tingkat korupsi paa suatu negara yang menyebabkan melemahkan kinerja suatu bangsa.Â
Survei CPI pada berbagai tahun mengungkapkan bahwa semua posisi terbawah yang terkait pada negara berkembang bahwa hampir semua isu yang beredar menunjukan bahwa banyak negara berkembang kecuali Chile, Jordan dan Mauritius berada pada nilai menengah. Hal ini dikarenakan selama ini negara berkembang memiliki skor paling rendah (paling korup). Angka Corruption Perceived Index digunakan oleh banyak negara sabagai salah satu tolak ukur fenomena korupsi yang terjai pada negara tersebut.
Rumusan Masalah ;
Korupsi merupakan suatu prilaku pejabat publik (politisi maupun pegawai negeri), secara tidak wajar memperkaya diri atau mereka yang dekat dengannya menyalahgunakan kekuasaan publik yang sudah dipercayakan sebelumnya..Korupsi memiliki konsekuensi secara langsung terhadap sejumlah faktor tata kelola pemerintahan dan perekonomian yang berdampak pada kelambatan pertumbuhan ekonomi dan menjadi salah satu penyebab kemiskinan.Â
Peningkatan korupsi secara langsung berdampak pada melemah nya investasi perekonomian, melahirkan distorsi pasar, merusaknya kompetisi, inefsiensi, serta ketimpangan pendapatan yang kemudian mengganggu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan di beberapa wilayah. korupsi mendapat banyak perhatian dari pakar-pakar ilmu dan menjadi tempat berkumpulnya penitili.
Tema mengenai; "bagaimana sistem politik mengatasi masalah korupsi?" atau "apakah korupsi mendorong atau menghambat pembangunan ekonomi?" dan yang perlu kita ketahui bahwa "organisasi publik seperti apa yang dapat meminimalisir fenomena korupsi?". Sampai saat ini pakar-pakar ilmu pengetahuan khususnya pakar ekonomi mencoba unu=tuk mengetahui tingkat korupsi di berbagai negara dan alasan serta faktor penentunya. Dua jenis korupsi yaitu, korupsi sektor publik dan sektor swasta menjadi fokus para pakar-pakar ilmu khususnya para ekonom.
Kajian Kepustakaan :
Korupsi didefinisikan (a) sebagai prilaku tidak jujur atau ilegal, terutama oleh orang yang berwenang, tindakan atau akibat dari membuat seseorang berubah dari standar prilaku moral menjadi tidak bermoral (b). The Oxford Advance Learner's Dictionary, (2000). Berdasarkan definisi tersebut diketahui korupsi mencakup tiga unsur penting yaitu, moralitas, perilaku dan otoritas (Seldadyo dan Haan, 2006). Gould (1991) menjelaskan bahwa korupsi adalah "fenomena tidak bermoral dan tidak etis yang mengandung sekumpulan penyimpangan moral dari standar moral masyarakat yang menyebabkan hilangnya rasa hormat dan kepercayaan".
Banyak disiplin ilmu yang menggunakan pendekatan berbeda dalam mendifiniskan fenomena korupsi seperti dalam ilmu politik : ada 3 pendekatan dalam mendefiniskan fenomena korupsi yaitu, (a) pendekatan kepentingan umum (b) pendekatan opini publik (c) pendekatan hukum formal.
Â
Rerangka Pemikiran/Hipotesis :
Studi yang dilakukan oleh Johnson, Kaufmann dan Zoido-Lobaton (1998), Bonaglia (2001) dan, Fisman dan Gatti (2002) menemukan korelasi positif antara korupsi dan ukuran ekonomi tidak resmi. Tetapi beberapa penelitian memiliki sebaliknya temuan seperti Treisman (2000), Ali dan Isse (2003). Mereka menemukan dampak positif dari negara intervensi, berarti intervensi negara mengurangi tingkat korupsi.Â
Diatas segalanya, Lambsdorff (1999) menemukan bahwa keterlibatan pemerintah tidak bertambah maupun berkurang tingkat korupsi; institusi yang buruk adalah sumber utama korupsi. Hipotesis korelasi negatif antara korupsi dan pendapatan adalah didukung oleh sejumlah besar penelitian seperti; Brown, dkk. (2005), Kunicova-R.Ackerman (2005), Lederman et al. (2005), Braun-Di Tella (2004), Chang-Golden (2004) dan lain-lain. Namun beberapa penelitian juga membuktikan adanya hubungan positif antara variabel-variabel tersebut yang meliputi Braun-Di Tella (2004) dan Frechette (2001).Â
Hubungan positif antara korupsi dan distribusi pendapatan didukung oleh temuan Paldam (2002) dan, Amanullah dan Eatzaz (2007). Hubungan negatif antara keterbukaan perdagangan/integrasi ekonomi dan tingkat korupsi sangat dianjurkan oleh berbagai penelitian seperti; Gurgur-Shah (2005), Brunetti-Weder (2003) dan Knack-Azfar (2003) dimana hubungan positif antara keduanya juga didukung oleh temuan Graeff-Mehlkop (2003) dan Paldam (2001).
Hubungan negatif korupsi dengan demokrasi, kebebasan pers dan share of populasi yang berafiliasi dengan agama tertentu sangat dianjurkan oleh berbagai penelitian;seperti Kunicova-R.Ackerman (2005), Lederman et al. (2005), Gurgur-Shah (2005), Braun Di Tella (2004), Brunetti-Weder (2003) Chang-Golden (2004), Herzfeld-Weiss (2003), Persson et al. (2003). Hubungan positif antara korupsi dan pangsa penduduk berafiliasi dengan agama tertentu juga ditemukan dalam studi Paldam (2001) dan La Porta dkk (1999).
Metode Sampling :
Hampir semua penelitian ini menggunakan data cross sectional untuk keduanya dikembangkan juga sebagai negara berkembang, tidak ada yang memfokuskan bagian dunia berkembang secara terpisah. Variabel dependen dalam tulisan ini adalah objektif bukan ukuran subyektif korupsi. Pengukuran berdasarkan pada persepsi kelompok sasaran.
Hasil Penilitian :
Studi ini menyimpulkan bahwa determinan ekonomi lebih penting dibandingkan faktor penentu non-ekonomi dalam mengurangi tingkat korupsi yang dirasakan di negara berkembang. Nilai-nilai sosial budaya tidak terpengaruh oleh agama. Jadi pengaruh agama terhadap korupsi tidak signifikan. Peran demokrasi dalam mengurangi tingkat korupsi tidak menonjol; melainkan secara positif terkait dengan korupsi di negara-negara ini sampai batas tertentu. Akhirnya tetapi tidak sedikit; penentu ekonomi memiliki hubungan negatif dengan tingkat korupsi di negara-negara berkembang, dimasukkan dalam sampel penelitian ini.Â
Atas dasar temuan penelitian ini, kami menyarankan bahwa: Pemerintah harus fokus pada determinan ekonomi dari korupsi; khususnya kebijakan kebebasan ekonomi (free market economy), untuk mengontrol tingkat korupsi yang dirasakan.
Simpulan dan Saran :
Pemerintah perlu memfokuskan pada determinan ekonomi dari korupsi; khususnya kebijakan kebebasan ekonomi (free market economy). Peran kebijakan globalisasi harus didukung karena hal tersebut sangat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penekanan korupsi publik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI