Penerapan Ahimsa mulai dipraktikan oleh Gandhi saat menjadi aktivis politik dengan melakukan gerakan perlawanan pasif-non kooperatif melawan hukum (penguasa Afrika Selatan).
Gerakan ini bertujuan untuk mengubah hukum-hukum
diskriminatif yang diberlakukan, dimulai dengan melarang warga kulit hitam Afrika, kulit berwarna, dan warga India untuk bepergian tanpa identitas.Â
Disamping itu, Gandhi mampu menyatukan rakyat India yang memiliki latar belakang agama dan
suku yang berbeda, dengan cara mengambil sisi positif dari masing-masing agama. Gandhi mengajarkan kepada rakyat India untuk menghargai hak orang lain yang berbeda agama atau suku, serta mengajak rakyat untuk hidup bersama secara damai dalam satu negara.
Gandhi juga memimpin orang India untuk melakukan aksi "demonstrasi damai" dan mogok kerja, sehingga Gandhi mendapatkan simpati dari ribuan orang atas keberaniannya dalam menerapkan ajarannya.Â
Gerakan tersebut didasarkan pada prinsip Satyagraha (jalan menuju kebenaran), yang dalam perkembangannya, prinsip Satyagraha tersebut mampu menginspirasi tokoh dunia lain, diantaranya Martin Luther King, Jr. dan Nelson Mandela.Â
Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dikatakan pengaruh kuat yang diberikan Gandhi kepada orang lain dengan cara menunjukkan aksi damai menuntut kemerdekaan tanpa kekerasan tersebut mampu menggerakkan rakyat India untuk menerapkan ajarannya serta menggerakkan hati nurani musuh (penjajah Inggris) untuk menghentikan kesewenangannya.
Perjuangan tersebut pun mampu membawa rakyat India pada kebebasan. Pada 30 Januari 1948, Mahatma Gandhi dibunuh seorang lelaki Hindu.
Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India, menyebut Gandhi sebagai tokoh terbesar India setelah Gautama, sang Buddha. Ketika diminta untuk mengomentari tentang Gandhi, Einstein mengatakan:Â
"Pada saatnya akan banyak orang yang tak percaya dan
takjub bahwa pernah hidup seorang seperti Gandhi di muka bumi". Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris, menyebutnya 'Naked Fakir'.
--Gaya Kepemimpinan Mahatma Gandhi
Gaya kepemimpinan dapat dikatakan sebagai batasan atau norma perilaku pemimpin selama proses mempengaruhi orang lain (Robbins, 2003). Masing-masing pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan karakter pemimpin dan situasi dalam kelompoknya (konteks organisasional).Â