Mohon tunggu...
Siti Durratun Nashihah
Siti Durratun Nashihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Walisongo Semarang

Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam angkatan 2023 UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Teori Motivasi di Pondok Pesantren

27 Mei 2024   21:13 Diperbarui: 27 Mei 2024   22:17 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada zaman sekarang, telah banyak berdiri sekolah-sekolah termasuk juga sekolah ke-Islaman. Saat ini sekolah ke-Islaman sudah menjadi trend, banyak orangtua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah ke-Islaman. Hal ini disebabkan oleh para generasi muda yang tidak terkendali akibat dari minimya pengetahuan agama mereka. Kegiatan yang mereka lakukan banyak yang kurang bermanfaat. Beberapa remaja lebih memilih nongkrong di kafe daripada menghadiri masjid, bahkan mereka lebih senang bermain game online daripada membaca Al-Quran. Seringkali mereka berpikiran bahwa mereka sudah besar, sehingga mereka tak perlu lagi mengaji kepada guru mengaji mereka. Maka dari itu dengan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah ke-Islaman, para orangtua menganggap bahwa itu adalah jalur alternatif untuk memberikan wawasan keagamaan yang masih dianggap kurang.

Didirikannya sekolah ke-Islaman merupakan salah satu bentuk dakwah dibidang pendidikan. Perlu kita ketahui bahwa dakwah itu bukan hanya sekedar ceramah didepan banyak orang melainkan juga bisa dalam bentuk apapun. Bahkan sekarang teknologi sudah semakin maju, sehingga bisa membuat kita lebih leluasa lagi dalam melaksanakan dakwah, misalnya dengan memanfaatkan sosial media. Selain itu sekolah ke-Islaman bisa menjadi problem solving untuk masalah yang saat ini dihadapi oleh para orang tua yang merasa kebingungan bagaimana cara memberikan wawasan keagamaan kepada anak-anak mereka. Menurut Robert L. Solo, problem solving merupakan suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Dengan adanya sekolah ke-Islaman, para orangtua berharap agar anak-anak mereka mendapat pengetahuan agama yang mumpuni.

Salah satu bentuk dari sekolah ke-Islaman adalah pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan sebuah institusi yang berbasis ilmu-ilmu keagamaan dan juga mentransformasi nilai-nilai yang terdapat dalam agama Islam. Zamakhsyari Dhafier (2015:45) berpendapat bahwa dalam sejarahnya, secara filosofis pondok pesantren dibangun untuk mengembangkan pengetahuan keagamaan masyarakat muslim dan moralitas mereka sehingga terbentuk kepribadian yang berkualitas secara keilmuan dan berkarakter. Maka dari itu terkadang dapat kita lihat dilingkungan sekitar tidak jarang kita temukan bahwa orang yang menuntut ilmu di pesantren dianggap sebagai orang yang memiliki pengetahuan yang mumpuni serta miliki adab yang baik.

Pada saat ini sudah banyak sekali anak atau para remaja yang tidak ingin melanjutkan pendidikan mereka ke pesantren dengan alasan kalau dipesantren tidak dapat hidup bebas dan memiliki peraturan yang ketat. Namun juga tidak jarang kita menemukan anak atau remaja yang masih mau melanjutkan pendidikannya dipesantren. Hal itu pastinya tidak luput dari motivasi mengapa dia mau masuk ke pesantren. Adapun motivasi yang memengaruhi mereka dapat kita lihat dari pendekatan teori motivasi dua faktor herzberg, yaitu faktor instrinsik dan juga faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam diri remaja itu sendiri. Adapun faktor instrinsik yang mendorong adalah keinginan dari dalam diri untuk menambah pengetahuan tentang agama, karena seperti yang kita ketahui ilmu agama merupakan sebuah pondasi dalam pendidikan ataupun sebagai modal untuk kehidupan dunia dan akhirat. Selain itu ada juga keinginan dari dalam diri untuk memperbaiki akhlak menjadi lebih baik. Banyak orang yang berpendapat bahwa orang yang melanjutkan pendidikannya di pesantren memiliki akhlak yang baik karena dibekali dengan pemahaman-pemahaman ilmu agama yang baik.

Adapun faktor ekstrinsik merupakan faktor pendorong yang berasal dari luar diri remaja. Faktor yang memengaruhi para anak atau remaja mau melanjutkan pendidikan mereka ke pesantren yaitu lingkungan, yang mana dengan meneruskan pendidikan ke pesantren para remaja atau anak merasa lebih dihargai oleh orang lain. Selain itu orang tua mereka menjadi salah satu faktor yang mendorong anak atu remaja mau melanjutkan pendidikan ke pesantren mereka ingin membuat kedua orangtua mereka bangga karena salah satu kebahagiaan orangtua adalah ketika melihaat anaknya sukses dalam dunia pendidikan terlebih lagi didasari dengan ilmu agama. Faktor pendorong lainnya adalah martabat keluarga karena dengan pendidikan yang tinggi dan mumpuni, sebuah keluarga akan lebih tinggi martabatnya daripada yang tidak berpendidikan.

Saat ini pondok pesantren yang tersebar dihampir seluruh wilayah Indonesia terhitung tidak sedikit dan memiliki kekhasan dan karakter khusus yang membedakan satu dengan yang lain. Contohnya saja dapat kita lihat perbedaannya pada pondok modern dan pondok salafiyah. Pondok pesantren modern lebih berfokus pada pengembangan bahasa santri serta pengembangan wirausaha agar bisa menjadi bekal untuk mereka ketika sudah berpindah pengabdian ke masyarakat. Sedangkan kalau pondok salafiyah masih mempertahankan ajaran-ajaran para kyai terdahulu dengan berfokus pada pedalaman kitab-kitab yang menjadi sumber rujukan untuk menentukan beberapa hukum. Namun meski begitu tidak jarang kita temukan pondok pesantren salaf yang mulai mengikuti perkembangan zaman dengan cara memberikan pelatihan wirausaha bagi santri.

Pada awalnya berkembangnya, pesantren memiliki dua fungsi yaitu sebagai lembaga pendidikan dan juga sebagai lembaga penyiaran agama yang mana itu artinya pesantren merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk berdakwah. Kedua fungsi itu masih melekat pada pesantren hingga saat ini. Saat ini pondok pesantren yang tersebar dihampir seluruh wilayah Indonesia terhitung tidak sedikit dan memiliki kekhasan dan karakter khusus yang membedakan satu dengan yang lain. Contohnya saja dapat kita lihat perbedaannya pada pondok modern dan pondok salafiyah. Pondok pesantren modern lebih berfokus pada pengembangan bahasa santri serta pengembangan wirausaha agar bisa menjadi bekal untuk mereka ketika sudah berpindah pengabdian ke masyarakat. Sedangkan kalau pondok salafiyah masih mempertahankan ajaran-ajaran para kyai terdahulu dengan berfokus pada pedalaman kitab-kitab yang menjadi sumber rujukan untuk menentukan beberapa hukum. Namun meski begitu tidak jarang kita temukan pondok pesantren salaf yang mulai mengikuti perkembangan zaman dengan cara memberikan pelatihan wirausaha bagi santri.

Dalam mengelelola pondok pesantren, kyai dan para santri senior atau yang biasanya disebut dengan pengurus pondok pesantren memerlukan ilmu manajemen . Awalnya mereka menggunakan pola yang sederhana tetapi seiring berkembangnya zaman mereka menggunakan sistem manajemen yang sebagian mengadopsi sistem manajemen modern yang bersumber dari Barat. Meskipun begitu, moderasi sistem dan manajemen yang diadopsi tidak sampai mereduksi total nilai-nilai kepesantrenan yang ditanamkan mulai sejak awal berdirinya, seperti pengabdian atau al-Khidmah . Para pengurus terus mengabdi dalam rangka mengembangkan amanah yang diembannya dari semua bagian struktural, baik ketua, wakil, sekretaris, bendahara, staff, dan pembantu lainnya. Sehingga dilihat dari manajemen, walaupun masih jauh dari aturan manajemen barat, tetapi mampu untuk berjalan sebagaimana yang diharapkan dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal itu dapat terjadi sebab mereka memiliki motivasi di hati dan jiwa masing-masing. Menurut French dan Raven yang dikutip dari Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan perilaku tertentu. Salah satu motivasi yang paling besar yang mampu menggerakkan para pengurus serta santri untuk terus mengabdi itu bukanlah gaji yang banyak melainkan barokah dari guru atau kyai mereka.

Barokah sebagai sumber motivasi utama dan pertama dapat kita lihat menggunakan pendekatan teori Maslow. Menurut Wahjosumidjo (1992:185), ada lima jenjang kebutuhan manusia menurut teori motivasi Maslow yaqitu kebutuhan mempertahankan hidup, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan juga kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja. Jika dilihat menggunakan pendekatan teori motivasi Maslow Bbarokah sebagai sumber motivasi adalah kebutuhan akan prestasi atau penghargaan. Artinya segenap bentuk pengabdian yang dialakukan mereka para pengurus dan santri didorong oleh asumsi capaian prestasi yang akan mereka capai setelah mereka pulang dan berpindah pengabdian di masyarakat di kemudian hari akan dihargai dan dimudahkan dunia akhirat.

Barokah sendiri dalam teori motivasi Abraham Maslow masih tidak begitu jelas dan terekam. Sebab Abraham Maslow sebagai ilmuwan yang bergerak di bidang ilmu jiwa melakukan analisa dan merumuskan teorinya menggunakan pendekatan yang empiris dan terukur sehingga barokah sendiri dalam perspektif Maslow merupakan sebuah energi yang tidak empiris dan tidak bisa diukur dengan logika. Sehingga motivasi kerja pada para pengurus dan santri pondok pesantren walaupun tanpa adanya upah yang setimpal bisa dikatakan sebagai dorongan dari kebutuhan bersosial (social need) dan rasa kepemilikan yang tinggi (sense of high belonging). Dalam hal itu, para pengurus dan santri termotivasi untuk menyelesaikan berbagai macam tugas dan tanggung jawab tanpa upah yang jelas, hanya karena dorongan rasa kepemilikan yang tinggi terhadap lembaga tersebut ketika ia masih dalam posisi sebagai santri atau alumni dari pondok pesantren tersebut. Kemudian juga dalam hal impian atau cita-cita yang menjadi motivasi mereka adalah sebuah penghargaan, baik itu penghargaan ditengah-tengah masyarakat sosial maupun penghargaan tuhan yang berupa surga dalam kehidupan selanjutnya.

Selanjutnya ada teori motivasi menurut Victor Vhroom, menurut teorinya motivasi terbesar mereka adalah harapan. Menurut Vhroom, seseorang bisa konsisten bekerja dan semangat jika didorong oleh kepentingan yang akan datang walaupun itu bersifat semu, yaitu harapan. Setiap orang pastinya memiliki harapan baik itu jelas dan terukur maupun sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun