[caption id="attachment_342439" align="aligncenter" width="438" caption="Ilustrasi (Dok Vivanews)"][/caption]
Membicarakan masalah bisnis esek-esek tak akan habisnya. Pelaku bisnis haram ini tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Yogyakarta, Palembang maupun lainnya.
Penulis pun ingin mengetahui sauna plus-plus yang berada di Jakarta. Pihak Pemda membiarkan karena ada ijinnya. Selain itu pelaku bisnis sauna plus-plus memberikan uang keamanan kepada oknum aparat baik baju coklat maupun doreng.
Wilayah Jakarta Utara sekitar Mangga Besar terkenal dengan wisata syahwat. Tak jarang para pejabat dari luar kota jika berdinas ke ibukota mampir. Ada juga pengusaha maupun eksekutif muda. Bahkan kalangan mahasiswa tentunya dari kalangan atas.
Padahal banyak yang mengkritik bisnis haram itu terutama melibatkan anak-anak remaja karena bisa dianggap kekerasan seksual terhadap anak. Ada wacana untuk melakukan pengkebirian pelakunya. Baca di sini
Lokasi
Di sisi badan jalan Gunung Sahari Raya, membentang sebuah aliran sungai yang lebarnya lumayan luas, mengikuti jajaran jalan tersebut. Di seberangnya, berderet-deret bangunan berdiri dengan megahnya.
Di antaranya berdiri bangunan mewah gaya spanyol didominasi warna krem. Belakangan diketahui bangunan itu tak lain adalah pusat kebugaran PS. ‘Bungkusnya’ yang menonjol adalah fasilitas sauna, meskipun faktanya memberikan layanan plus-plus berbuntut transaksi seks. Prakik seperti itu sudah bukan barang baru lagi di Jakarta.
Hampir di tiap sudut Jakarta bisa ditemui, mandi uap atau lebih populer dengan sebutan sauna ini. Mulai di tempat kebugaran berkelas seperti di hotel berbintang, gedung perkantoran mewah hingga di panti pijat, mandi uap sudah dikonsumsi menjadi ‘paket’ kebutuhan sehari-hari.
Bahkan salon-salon kecantikan, banyak diantaranya yang dilengkapi dengan sauna hingga spa. Rata-rata tempat tersebut, memiliki ruangan yang nyaman, hangat dan eksklusif hingga membuat konsumennya yang rata-rata kalangan berkocek tebal jadi kerasan.
Anehnya, tempat-tempat tersebut tetap melayani konsumen wanita. Tentu saja, dengan tidak bermaksud mengganggu privacy langganan pria, tempatnya didisain terpisah. Sehingga mereka yang ingin mendapatkan layanan plus lancar-lancar saja.
Hal itu nampak terjadi di PS. Sebenarnya PS bukan tempat ‘hiburan’ baru alias saat Jakarta ‘banjir’ panti pijat, pub maupun klub malam di tahun 1980-an, keberadaannya telah memberi ‘warna’ tersendiri.