Akhir-akhir ini,pentas politik di Indonesia diramaikan oleh perseteruan yang melibatkan KPK dan Polri.Kasus ini mengingatkan kita (publik) pada kasus “Cicak vs Buaya” beberapa tahun sebelumnya yang juga melibatkan KPK dan Polri.
Kasus ini bermula saat KPK menetapkan Komjen Pol.Budi Gunawan(BG) sebagai tersangka.Padahal BG diajukan oleh presiden Jokowi ke DPR sebagai calon tunggal Kapolri untuk menggantikan Jendral Sutarman.Dan meski BG sudah ditetapkan sebagai tersangka,pencalonan BG sebagai Kapolri tetap di proses.Dalam sidang pleno DPR,DPR pun setuju dan menerima.Namun dalam hal ini karena BG jadi tersangka presiden Jokowi memutuskan menunda pelantikan BG sebagai Kapolri dan Jokowi lalu memberhentikan dengan hormat Jendral Sutarman dari jabatan Kapolri dan mengangkat Wakapolri Komjen Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas Kapolri.
Dan setelah itu bermunculan upaya yang dianggap oleh publik sebagai balas dendam kepada KPK karena telah menjadikan BG sebagai tersangka.
Kisruh yang terjadi ini untuk kesekian kalinya membuktikan bahwa penegak hukum masih sarat dengan kepentingan,terutama kepentingan politik.Kisruh ini juga membuktikan betapa politik “saling sandera”terus terjadi.Masing-masing pihak mengetahui kelemahan atau cacat pihak lain.Semua ini lantas dijadikan alat tawar menawar demi kepentingan masing-masing jika pihak lain tidak sejalan maka cacatnya pun diungkap .
Jadi ada kesan kuat bahwa berbagai kasus seolah disimpan dan tidak diungkap untuk dijadikan alat tawar.Kasus-kasus itu dijadikan alat untuk mencegah pihak lain menggagalkan total kepetingan masing-masing pihak atau mencegah berbgai pihak lain atau mendorong pihak lain.Akhirnya disisi lain,kepentingan rakyat makin terpinggirkan.Rakyat makin sengsara.
Sistem politik demokrasi yang mahal dan bertumpu pada popularitas,meniscayakan politik ‘saling sandera’terjadi.Dalam sistem demokrasi, siapapun tak bisa menjadi penguasa dan pejabat kecuali jika mendapat dukungan politik dan modal.Dengan sistem demokrasi seperti itu dibelakang para politisi,penguasa dan pejabat,semuanya ada kepentingan politik dan ekonomi(modal) yang terus menyertai dan agar semua pihak bisa diwujudkan,semua pihak harus berkompromi satu sama lain.Agar kompromi itu terus terjadi maka salah satu caranya adalah dengan saling sandera satu sama lain.Dengan begitu masing–masing pihak akan terkontrol dan tidak saling berulah sehingga merugikan kepentingan mereka sendiri.
Dengan demikian politik saling sandera menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem demokrasi.
Pangkal semua ini adalah pemberlakuan sistem demokrasi, di negeri ini semua terjadi menjadi bukti bahwa demokrasi hanya menawarkan ilusi demi ilusi.
Ilusi kesejahteraan,ilusi keadilan,ilusi kedaulatan,ilusi rezim yang senantiasa mendengarkan aspirasi rakyat dan ilusi-ilusi lainnya.Semua itu pada akhirnya menjadi bukti kebobrokan sistem demokrasi.
Pada titik inilah dapat direnungkan firman Alllah SWT:
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki.Hukum siapakah yang lebih baik dibandingkan dengan hukum Allah bagi orang_orang yang yakin? (TQS. Al-Maidah{5} :50).
Sistem demokrasi adalah sistem jahiliyah. Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa selain sistem dan hukum yang berasal dari Allah adalah sistem dan hukum jahiliyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H