Setelah berulangkali membaca Kedubes RI di berbagai negara memperkenalkan dansa Poco-poco ke masyarakat mancanegara, saya penasaran untuk mengetahui perkembangan tarian Poco-poco di dunia. Maka saya pun bertanya kepada Mbah Google, karena jawabannya dijamin lebih akurat dibanding bertanya pada Mbah Dukun. Tapi begitu terkejutnya daku, lha kok link tentang poco-poco kebanyakan dari negara seberang laut, wheladhalah. Dan waktu ku buka beberapa di antaranya, Gandrik, lha isinya kok pengharaman Poco-poco, maksude opo?.
Woo, ternyata di negara seberang lautan itu ada Kyai yang memfatwakan tarian poco-poco itu haram. Alasannya:
- Poco-poco katanya memiliki unsur-unsur Kristen, soale ada gerakan 2 langkah ke kanan, 2 langkah ke kiri, 2 langkah maju kedepan dan 2 langkah ke belakang sehingga membuat bentuk salib, weh.. tenane Dab?
- Poco-poco dikatakan merupakan ritual memanggil roh di Jamaika. Jauh banget yah Jamaika Dab.
- Poco-poco disebut berasal dari Fillipina dan ditarikan di Gereja-gereja setempat. Weh ini aku tambah enggak terima Dab, ngawur tenan.
Emmm piye yo?. Begini dalam hal ini aku tak mempermasalahkan fatwa haram di negara tetangga, itu hak mereka, tur opo yo tak gagas, EGP gitu loh. Tapi aku justru ingin menggugat image buruk yang dituduhkan pada tarian Poco-poco yang merupakan hasil karya dan kreativitas anak bangsa yang tak hanya mengharumkan nama bangsa tapi juga mensejajarkan Indonesia dengan negara-negara lain. Bayangkan Eropa punya dansa walts, Amerika latin punya Salsa dan Indonesia punya poco-poco, bagus kan?
Pertama, tuduhan bahwa poco-poco berunsur agama Nasrani tidak bisa dibenarkan. Kenapa? Ya karena gerakan 2 langkah ke kanan, 2 langkah ke kiri, 2 langkah ke depan, dan 2 langkah ke belakang tidak membentuk formasi salib, tapi tanda plus (+) temannya minus. Nah kalau langkah ke belakangnya 4 kali baru itu membentuk tanda salib, ya to?. Eh aku dulu juga pernah ikut dansa poco-poco loh, dan setahuku ada juga gerakan menyerong 15 derajat ke kanan, berarti membentuk tanda arah mata angin dong hehehe... atau bisa juga dianggap melingkar hihihi... tergantung persepsi masing-masing.
Kedua, tidak ada hubungannya poco-poco Indonesia dengan ritual roh di Jamaika. Selain tempatnya sangat berjauhan, tidak ada hubungan sejarah apalagi kultural antara bangsa Indonesia dan Jamaika. Mungkin kata bisa sama tapi arti kata bisa berbeda to?. Aku jadi ingat iklan di salah satu majalah luar negeri. Robot di Indonesia berarti robot seperti di film transformer, sedang di salah satu negaraAfrika, kata robot digunakan untuk menyebut trafic light, gitu loh.
Ketiga, aduh kok bisa-bisanya poco-poco dikatakan berasal dari Fillipina to? Poco-poco itu kan jenis tarian baru yang sebenarnya dibuat untuk dijadikan senam irama dengan mengambil gerakan tarian-tarian daerah di Indonesia, makanya ada gerakan seperti melempar lembing, melepas panah dsb. Poco-poco mulai memasyarakat saat TVRI Jakarta menyiarkan program Dansa Yo Dansa. Sebelumnya, poco-poco hanya dikenal di lingkungan TNI/ POLRI sebagai senam irama. Setahuku TNI/ Polri tak hanya punya senam poco-poco tetapi juga ada senam Sajojo yang belum meluas di masyarakat.
Lagian pencipta lagu Poco-poco, Yopie Latul juga masih hidup, kaset/ CD poco-poco pun disertai dengan gambar gerakan senam. Artinya baik Yopie Latul maupun perusahaan rekaman lagu itu pasti memiliki kerjasama dengan pencipta gerakan senam poco-poco tersebut. Sehingga untuk merunut maksud dari gerakan-gerakan poco-poco itu bisa ditanyakan kepada si pencipta senam poco-poco tersebut, jangan hanya berdasarkan asumsi apalagi katanya si itu, si ini, walah..walah..
Akhir kata, insiden pengharaman di negara tetangga seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua. Kalau ingin menghakimi, mengklaim atau memfatwakan sesuatu haruslah melakukan penelitian terlebih dahulu hingga ke akarnya. Janganlah dengan mudahnya mempolitisasi atau menempelkan agama pada sesuatu yang sebenarnya diciptakan untuk dapat dinikmati semuanya tanpa memandang suku, agama dan ras. Jangan sampai senam poco-poco yang sebenarnya dibuat dengan tujuan untuk mempersatukan orang dari berbagai suku, agama, ras, bahasa dan budaya dalam satu irama lagu, gerakan dan kedamaian, harus kehilangan tujuan mulianya hanya karena dipolitisasi dan diagamaisasi.
Tapi ada sisi positifnya juga seh, karena terlanjur diharamkan enggak mungkin to Malaysia mengklaim dansa poco-poco berasal dari negaranya hehehe... selamat deh Poco-poco dari klaim negara tetangga, hehehe.... hidup poco-poco  hidup Indonesia...!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H