Pertama kali diberitakan bahwa akan ada film Keluarga Cemara yang akan tayang di awal tahun 2019, ingatan saya langsung terbang ke masa tahun 90an. Duduk depan tv bersama ayuk dan adek menunggu serial tv ini tayang, di minggu pagi.
Serial yang sangat lekat dengan sosok Abah, berprofesi sebagai penarik becak, ini juga diangkat dari cerita bersambung dan novel yang berjudul sama. Ditulis oleh Arswendo Atmowiloto, Keluarga Cemara berhasil membangun imajinasi ideal saya, yang belum lulus SD itu, mengenai keluarga.
Seorang Ayah dengan segala semua usahanya menjalankan peran sebagai kepala rumah tangga. Emak, yang awalnya diperankan oleh Lia Waroka lantas diganti oleh Novia Kolopaking, terakhir diperankan oleh Anneke Putri, juga memberikan saya kecil, ini loh emak yang ideal, ada di rumah, mengurus anak-anaknya, tetap berkontribusi ekonomi kepada keluarga dengan membuat opak. Juga tiga sosok anak-anak yang patuh kepada orangtuanya.
Euis, sebagai anak pertama berhasil memerankan sebagai sosok teteh yang mengayomi adik-adiknya, meskipun namanya adik, pasti lebih usil.
Sosok Ara dan Agil yang memang hidup sebagai anak-anak yang tumbuh polos, ceria namun tetap bisa diandalkan.
Kelima sosok dalam film ini hidup lebih dari 20 tahun dalam kenangan masa kecil saya. Pun rumah Abah yang asri banget. Kalau ditanya rumah impian saya, adalah rumah seperti rumah Abah. Rumah kayu, kolam dan kebun.
Kenangan-kenangan ini seketika menyeruak hanya dengan mendengar lagu pembuka Film Keluarga Cemara yang kami tonton kemarin.
Istana yang paling indah adalah keluarga
.
.