Mohon tunggu...
Ben Setiawan
Ben Setiawan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perkawinan untuk Semua Orang Dewasa

4 Juli 2015   12:12 Diperbarui: 4 Juli 2015   13:23 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Keputusan Mahkamah Agung Amerika tentang perkawinan sesama jenis baru-baru ini tampaknya banyak mengguncang pendapat masyarakat Indonesia. Sedikit yang mendukung, tapi banyak yang mengkritik keputusan tersebut dengan menggunakan dasar agama, prinsip bahwa perkawinan harus antara perempuan dan laki-laki, penelitian yang tidak lengkap, atau sekedar video clip di youtube yang tidak diketahui asal muasalnya. Karena diposting di Internet, tidak berarti itu benar. Termasuk tulisan saya ini yang hanya sekedar opini.

Sebelum dibahas lebih lanjut, keputusan mahkamah agung adalah keputusan hukum. Keputusan yang menyamakan orang dalam hukum perkawinan. Bila dua orang berjanji untuk hidup bersama sampai mati atau perceraian memisahkan mereka, atau dengan nama lain menikah, tidak peduli jenis kelamin mereka, mereka mempunyai hak dan kewajiban sebagai pasangan yang menikah di dalam hukum. Menurut saya, semua pembahasan dari basis lain tidak relevan.

Pemerintah tidak bisa menggunakan agama sebagai referensi untuk mendefinisikan perkawinan. Mengapa? Pemisahan lembaga agama, gereja dalam hal Amerika, dan pemerintahan dilakukan untuk melindungi kemajemukan penduduk Amerika. Sehingga orang-orang yang beragama Islam, Yahudi, Budha, Hindu, atau agama apapun, dan orang yang tidak beragama bisa menjalankan hidup dengan tenang dan damai. Jadi apapun yang dikatakan agama, tidak ada hubungannya dengan pengubahan hukum perkawinan. Bila suatu lembaga agama menolak untuk menikahkan pasangan sesama jenis, itu terserah lembaga tersebut. Pemerintah tidak bisa membuat aturan hukum karena beberapa agama mempunyai definisi yang berbeda mengenai perkawinan.

Sebagai intermezzo, ada fenomena menarik dalam hal menggunakan basis agama untuk menentang perkawinan antar sesama jenis. Tampaknya orang saling menggunakan referensi agama meskipun berasal dari agama berbeda. Sepertinya orang beragama berbeda menjadi bersatu dalam hal mengkritik perkawinan sesama jenis. Saya menjadi bertanya-tanya, karena tampaknya orang-orang terlihat akur dalam isu pernikahan ini, apakah Indonesia akan melegalkan perkawinan antar agama di masa mendatang?

Argumen lain yang sangat kencang adalah bahwa pernikahan harus di antara laki-laki dan perempuan? Beberapa video klip di youtube berargumen bahwa pemerintah melembagakan perkawinan untuk reproduksi dan kesinambungan bangsa. Jika demikian, mengapa kita menciptakan kontrasepsi? Pasangan heteroseksual bisa memilih untuk tidak mempunyai anak. Apakah mereka dihukum apabila tidak punya anak? Tidak juga. Dengan tidak membolehkan perkawinan sesama jenis, tidak akan mengurangi jumlah penduduk. Jika kita berpikir bahwa semua orang di dunia ini akan menjadi homoseksual sehingga tidak akan terjadi perkawinan heteroseksual, pikirkan lagi. Kerterakin seksual kita tidak ditentukan dengan aturan-aturan di sekitar kita.

Mengapa gender harus dipertanyakan dalam perkawinan? Jika kita membedakan berdasarkan jenis kelamin, apa yang akan kita lakukan buat manusia yang dilahirkan interseks, kondisi yang manusia yang mempunyai fisik kelamin yang berbeda dengan kromosomnya. Apakah gender mereka ditentukan oleh kromosom atau kondisi fisiknya. Seksualitas manusia itu sangat beragam. Homoseksualitas, biseksual, dan transgender sesuatu yang nyata, ada di semua negara dan komunitas. Selama mereka dewasa dan sukarela, mengapa kita harus mempertanyakannya? Mereka tidak dibedakan dalam kewajiban membayar pajak, mengapa mereka harus dibedakan dalam menerima hak, termasuk hak untuk menikah?

Banyak argumen-argumen lain yang menentang perkawinan sesama jenis, ada yang takut kalau perkawinan akan terjadi antara orang dan benda atau binatang, ada yang beragumen hubungan sex dengan anak dibawah umur akan dilegalkan. Masalah dengan argumen-argumen tersebut, perkawinan itu terjadi di antara orang dewasa dengan sukarela. Binatang, benda, anak kecil mereka bukan orang dewasa dan mereka tidak sukarela untuk dinikahkan. Saya memilih untuk mengabaikan argumen-argumen seperti itu, karena menurut saya itu hanya jawaban ketakutan yang tidak berdasar.

Sebagai penutup, menurut pendapat saya pribadi, membolehkan perkawinan sesama jenis tidak merugikan siapa-siapa. Tidak ada satupun orang yang dicabut haknya karena perubahan hukum perkawinan ini. Dari jaman manusia mulai ada di bumi ini, kita selalu berjuang supaya tidak ada diskriminasi di antara kita. Mulai dari penghapusan perbudakan, peruntuhan monarki, pembebasan dari kolonisasi, dan lain sebagainya. Semuanya itu untuk membuat orang sama dihadapan hukum. Seharusnya kita bisa berbahagia bila lebih banyak orang yang akhirnya mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka. Bayangkan apabila kita tidak mengurangi hak orang lain karena perbedaan ras, warna, jenis kelamin, agama, pendapat politik, dan status-status lainnya, kita bisa hidup secara damai dan mencapai persatuan dalam kemajemukan yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun