Mohon tunggu...
Ulya Agustina
Ulya Agustina Mohon Tunggu... -

Punya banyak harapan, tapi satu yang pasti.. ingin memberi manfaat untuk orang lain

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ayah

1 Maret 2014   06:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:21 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayah, tak banyak kata yang bisa aku ungkapkan langsung padamu. Selain karena aku tak cukup berani terlihat cengeng di depanmu, aku juga selalu tak berani berkata banyak tentang perasaanku padamu. Cukup kau tau Ayah, engkau selalu spesial bagiku, sama spesialnya dengan ibu.

Terimakasih untuk Ayah yang tak pernah menangis di depanku

Ayah yang tak pernah terlihat lelah di hadapku

Ayah yang tak pernah mengeluh meski aku beribu kali menyatakan rasa sakitku

Ayah orang pertama yang selalu mengerti aku setelah ibu

Ayah orang yang tak pernah malu meski harus memakai pakaian biasa saja, bahkan juga tak pernah malu memakai pakaian olah raga milikku. Dan itulah yang mengajarkanku untuk tak perlu berpenampilan sok. Cukup biasa saja, sederhana saja.

Ayah orang yang rela sakit demi menafkahi istri dan anaknya. Ayah yang rela jauh dari keluarga untuk membiayai kehidupan kami.

Ayah yang selalu setia dengan ibu, tak tau meski jarak yang begitu jauh, tak peduli meski fisik lelah tetap menghubungi keluarga di rumah. Ayah orang paling setia yang aku temui, dan menginspirasiku untuk dipertemukan dengan orang sesetia Ayah, orang sekerja keras Ayah, orang yang tak kenal menyereah seperti Ayah.

Ayah yang pertama kali mengantarkanku berangkat ke Semarang dengan bekal seadanya, dengan fisik yang tak pernah capek..

Terimakasih Ayah.

Tahukah Ayah? Aku selalu mencintaimu, meski itu tak pernah benar-benar kukatakan secara langsung padamu. Aku hanya mampu menunjukkannya dalam untaian do’a pada Rabbku, aku hanya mampu mewujudkannya dalam perilakuku, dan aku hanya dapat mengungkapkannya dengan patuhku.

Ayah, meski begitu sering kau memaksaku menerima keputusanmu, meski sering kali aku sakit sendiri saat harus benar-benar mengikutimu. Saat itu, aku tak pernah benar-benar menyesal Ayah.. Aku yakin engkau tau mana yang baik buat anak pertamamu ini.

Ayah, aku selalu menunggu ceritamu saat kau pulang ke rumah, begitupun hari ini.. Baru saja tadi pagi engkau berangkat merantau, anakmu ini sudah kangen..

Semoga Ayah diberi keselamatan dan kelancaran. Amiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun