Mohon tunggu...
dunia senyap
dunia senyap Mohon Tunggu... -

homo sapiens

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rohingya dan Islamophobia

17 Mei 2015   21:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:53 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Miris adalah kata yang mungkin mewakili perasaan beberapa orang kala membaca komen menyudutkan atas tragedi kemanusiaan etnis Rohingya. Sudut pandang islamophobia dan nasionalisme begitu kental mengalahkan kemanusiaan."

Sudah menjadi kebiasaan saya untuk membaca berita setiap hari. Berbeda dengan orangtua saya yang update berita lewat koran lokal, saya melakukannya via online. Situs yang saya kunjugi hampir tiap pagi saat sarapan bukan situs berita seperti tempo.co atau kompas.com. Saya lebih suka membaca berita yang dipost di forum online. Saya lebih menyukai update berita disana karena bisa membaca opini yang lebih interaktif dari para netizen. Selalu menarik bagi saya mengetahui opini orang lain ^__^! Nah, salah satu berita yang belakangan ini sedang berkembang adalah masalah manusia perahu (boat people) yang asalnya dari etnis Rohingya. Mereka adalah korban tragedi kemanusiaan di negara Myanmar. Myanmar menganggap mereka bukan bagian dari warga negaranya. Faktanya, tidak ada yang menganggap etnis ini sebagai bagian dari WN-nya. Jadilah mereka sebagai warga stateless. Berbagai bentuk diskriminasi juga telah dialami etnis ini selama tinggal di Myanmar dan mengungsi ke negara-negara tetangga. Menurut berita yang berkembang, kapal-kapal pengangkut etnis ini memiliki tujuan ke Malaysia . Indonesia yang bukan merupakan negara tujuan mereka pun hanya menyuplai makanan dan bahan bakar agar mereka sampai di negeri jiran. Sayangnya,  jiran kita tersebut merasa keberatan. Jadilah fenomena ping pong antar Indonesia dan Malaysia, serta Thailand. Namun belakangan juga diketahui bahwa beberapa pengungsi Rohingya telah diselamatkan ke Aceh oleh para nelayan yang sedang melaut. Kejadian ini sungguh miris. Tapi yang juga tak kalah miris adalah komentar para netizen yang saya baca. Banyak di antara mereka yang cenderung memilih membuang para pengungsi ini. Alasannya banyak. Ada yang berpendapat pemerintah harusnya fokus pada rakyat Indonesia yang masih miskin dan meng-ignore mereka yang bukan WNI. Sedangkan yang lainnya menganggap etnis ini lebih baik tidak ditolong karena mereka muslim. Untuk alasan yang pertama, nasionalisme sering dijadikan back up. Mungkin saya terdengar cengeng, tapi menurut saya, manusia harus lebih diprioritaskan dibanding tag negara. Bayangkanlah dunia sebagai suatu kesatuan negara. Jangan terfraksi atas bendera. Kita adalah warga dunia yang sama-sama ingin hidup layak. Meskipun demikian, sebenarnya alasan pertama ini masih bisa “ditolerir”. Alasan terakhirlah yang sangat menganggu. Banyak yang membandingkan kelakuan imigran Timteng Eropa yang konon bermasakah dengan etnis Rohingya ini. Paranoid kebablasan. Ini adalah contoh nyata fenomena islamophobia.

Strategi tanpa otak menyelamatkan etnis Rohingya. Tapi fenomena ini bukan semata-mata salah para netizen tersebut saja. Beberapa tindakan dari oknum muslim membuat masalah Rohingya ini sebagai masalah “kita muslim vs mereka Buddha”. Simpati dari warga global pun menurun. Yang rugi tentu bukan yang semangat mengangkat spanduk “Buddha Myanmar Pengecut” seperti gambar di atas. Yang rugi jelas para pengungsi itu sendiri. Dunia Senyap

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun