Ngomong-ngomong soal macet, bacaan twitter saya pagi ini diusik dengan kicauan Prof. Dr. Mahmud MD. Ngomong-ngomong soal Jakarta macet itu biasa. Sebiasa kita mendengar dari radio, membaca berita, dan menonton berita televisi. Atau bahkan sebiasa kita makan, tidur, dan mandi. Ia berkata:
@mohmahfudmd: Gila, akhir2 ini Jkt semakin macet luar biasa. Sdh masuk tol bandara sj macet. Siapa yg bisa menjelaskan s/d kapan keadaan ini akan berubah?
Jakarta macet itu biasa, sudah dari dulu, masalahnya macetnya saja yang semakin luar biasa. Nah, bagian anehnya—mengutip Mahmud MD—masalahnya siapa yang bisa menjelaskan sampai dengan kapan keadaan macet akan berubah? Siapa? Presiden? Kementrian Perhubungan? Kementrian Perdagangan? Gubernur? Walikota? Bupati? Camat? Lurah? Pengusaha/pemilik angkutan umum? Orang pintar (ahli dan pengamat transportasi, konsultan transportasi, dan sejenisnya)? Atau…penjual kendaraan bermotor? Atau…pengguna kendaraan bermotor? Siapa coba? Ada yang mau mengaku atau menjelaskan?
Ia pun melanjutkan:
@mohmahfudmd: Yang diperlukan hanya penjelasan dan rencana yg jelas. Kapan kemacetan Jkt akan teratasi. Kita tahu, tak hrs skrng. Tp bgmn planning-nya.
Untuk mengurai kemacetan dibutuhkan penjelasan dan perencanaan yang jelas. Semua teori-teori pun mengatakan demikian. Perencanaan yang baik akan menghasilkan keluaran yang baik. Para ahli sudah berbicara, pergerakan manusia dengan kendaraan pribadi harus diubah menjadi pergerakan manusia dengan angkutan masal. Angkutan masal perlu ditambah (kalau bisa harga juga murah :d). Retribusi parkir dinaikkan, agar manusia tidak menggunakan kendaraan pribadi. Semua bertujuan: paksa manusia untuk meninggalkan kendaraan pribadinya!
Setelah memiliki perencanaan lalu apa? Dibukukan, dikliping, ditumpuk begitu saja, atau di-loak-kan? Tentunya bukan, yang berikutnya adalah pelaksanaan, bukan begitu? Untuk melaksanakan perencanaan yang sudah dibuat dengan cara berbelit-belit dan memusingkan, tentu dibutuhkan manusia (si siapa itu tadi): the man behind the gun. Manusia yang “the right man on the right place”! Bukan manusia yang “the wrong man on the wrong place”.
Nah, pada akhirnya semuanya kembali lagi ke awal lagi. Soal siapa? Siapa yang berani mengemban amanah menjadi si siapa itu tadi? Berbekal titel akademik saja jelas tidak cukup. Masalah macet bukan masalah transportasi (teknis) saja, itu masalah sosial, ekonomi, budaya, dan tentu politik (si seksi yang menjadi perhatian banyak orang). Si siapa harus mampu mengampu seluruh bidang itu. Saya yakin, dibutuhkan si siapa yang berhati singa, berkemauan keras, dan berjiwa seluas samudera. Si siapa yang harus tegar terhadap cacian, keluhan, dan pujian. Siapa?
Saya ingin menggugat: SIAPA?
Saya tidak mempunyai jawaban. Saya tidak tahu.
Atau mungkin anda berani menjawab? SIAPA?[]
Sumber: dunialala.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H