Mohon tunggu...
dita pratiwi
dita pratiwi Mohon Tunggu... -

suka menulis. suka menggambar. suka berdiam. suka ketawa. suka travelling. suka menangis. suka mendengar.suka apa yang saya punya dan akan saya punya. Suka belajar, lalu adakah yang ingin menjadi guru saya?? http://sayakamukalian.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pantaskah si Bujang berlebaran?

12 Agustus 2010   08:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:06 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bujang hanyalah seorang anak yatim yang tinggal di pinggiran kota. Dia hanya tinggal bersama Emaknya yang bekerja sebagai kuli panggul di pasar impress dekat rumahnya. Si Bujang yang berumur 11 tahun, lagi senang mempelajari agama dan segala sesuatu yang dilihatnya.

Bujang: “Mak, sebenarnya kapan kita puasa? Si Yahya bilang tanggal 11 mak, betulkah mak? Aku bingung mak, banyak sekali yang menyebut tanggal pertama puasa”

Emak: “kita tunggu saja berita dari pemerintah, karena saat ini mereka lah imam kita”

Bujang : “mak, tidak kah kita pergi ke makam Bapak? Seperti orang-orang lain”

Emak: “cukup baginya doa dari mu setiap sehabis sholat fardhu ataupun ketika kamu ingat Bapakmu”

Si bujang mengangguk sembari membantu Emaknya mengangkat barang-barang seorang ibu yang habis berbelanja kebutuhan menghadapi bulan puasa. Si bujang sangat terpana melihat begitu banyaknya barang belanjaan si ibu.

Bujang: “hebat yah mak, padahal tivi bilang harga lagi melonjak naik” bisiknya kepada si Emak yang hanya membalas dengan senyuman.

Ketika malam tiba, akhirnya pemerintah memutuskan bahwa puasa pertama akan dilaksanakan esok hari. Bujang dan Emak bergegas pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat Taraweh. Di tengah perjalanan, seorang teman Bujang menyapanya.

Saiful: “hei Bujang, tak punya kah kau baju koko baru? Lihat punya ku ini”

Bujang hanya meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bujang bingung, memangnya untuk menyambut bulan Ramadhan harus serba baru yah? Tidak cukupkah hati yang bersih untuk menyambut Ramadhan? Terus menerus pikiran si Bujang dipenuhi kebingungan. Dia pun terpana melihat sebagian besar orang-orang berdatangan dengan peralatan sholat yang seolah nampak tidak sering digunakan sehari-harinya. Bujang juga bingung melihat segerombol anak berkumpul di warung hanya untuk memperdebatkan sms maaf siapa yang paling kreatif atau status facebook siapa yang paling menarik, bukannya duduk manis di dalam masjid. Bujang oh Bujang, kemana kah seharusnya kamu pergi untuk menemukan jawaban atas semua kebingungan mu itu? Sedangkan masih saja banyak perdebatan dan perbedaan pandangan tentang ajaran islam.

Puasa pertama dan seterusnya dijalankan Bujang dengan hati riang gembira dan semangat yang begitu membara untuk tetap membantu Emak, bersekolah, dan belajar ilmu agama. Tidak ada kata bermalas-malasan dengan berkedok puasa bagi si Bujang meskipun tidur pun terbilang ibadah. Oh Bujang, matamu begitu berbinar menjalankan puasa ini.

Suatu sore, sepulangnya dari membeli ta’jil di pasar kaget, si Bujang menyapa tetangganya yang baru saja membuka pintu.

Bujang: “bude, banyak sekali belanjaan bude buat berbuka. Aku kagum jika bude sekeluarga mampu menghabiskan semua ta’jil itu.”

Bude: “tentulah Bujang, begitu banyak aneka ta’jil yang tampak lezat di pasar tadi. Oia bujang, tanyakan kepada Emak mu apakah dia ingin berzakat atau ingin masuk ke daftar orang yang berhak mendapat zakat?”

Bujang: “Emak ingin berzakat bude, kata Emak kami masih lebih beruntung dan punya penghasilan jadi masih harus berzakat. Sehabis taraweh, Emak akan kerumah bude.”

Begitu adzan maghrib berkumandang, si Bujang dan Emak hanya berbuka dengan segelas teh manis hangat, kolak dan korma yang tadi ia beli. Setelah itu Emak dan Bujang bergegas ke masjid untuk sholat maghrib lanjut isya’ dan taraweh. Di perjalanan, sayup-sayup terdengar suara dari rumah Bude.

Bude: “haduh, masih banyak sekali makanan ini”

Imas: “bu, tak kuat aku sholat dan berjalan ke masjid. Perut ini rasanya mau pecah, tak usah saja yah”

Begitulah hari yang Bujang jalani selama Ramadhan ini. Hingga tak terasa Ramadhan kan segera berakhir. Mata bujang tidak lagi berbinar, wajah Bujang terlihat sedih, sungguh berbeda dengan orang-orang sekitar rumahnya yang begitu berbahagia. Segala pernak-pernik Lebaran dipasangkan di rumah mereka. Tawa riang, suara bedug, sinar kembang api dan petasan, deru motor dan mobil yang bersiap untuk konvoi bersama, serta wangi makanan yang berlimpah yang sedang disiapkan. Masih adakah yang menemani si Bujang merenungi 30 hari yang telah berlalu itu? Masih adakah rona wajah setakut si Bujang tentang kesempatan untuk berjumpa Ramadhan tahun depan?

Suara takbir berkumandang pagi ini, seluruh umat berbondong-bondong datang ke masjid.

Ahmad: “Bujaaang!”

Si Bujang berhenti dan menengok ke sumber suara yang memanggilnya. Terlihat Ahmad berlari menghampiri Bujang dengan baju koko yang terlihat indah dan baru, serta kantong celananya yang menebal.

Ahmad: “Bujang, bukankah itu baju koko tahun lalu? Tak malu kau memakai baju koko yang sama untuk lebaran kali ini? Tak pantas kau berlebaran tanpa baju baru dan uang salam tempel yang banyak seperti punyaku ini”

Bujang hanya tersenyum dan berlalu. Lantas orang-orang seperti apakah yang pantas merayakan Lebaran? Kalau begitu pantaskah si Bujang berlebaran?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun