Mohon tunggu...
Dunia Duren
Dunia Duren Mohon Tunggu... -

Duren Sawit

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengapa Syariah Tidak Cocok (di Indonesia)?

14 Agustus 2014   00:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:37 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407926226529228407

Tulisan ini melanjutkan artikel saya sebelumnya yang berjudul "Mengenai Syariah", yang selengkapnya bisa dibaca di sini. Dari artikel terdahulu, telah dipahami bahwa penerapan Syariah menemui kedala di kerumitan pada dasar hukumnya. Kerumitan tersebut adalah naskah-naskah dan tafsir-tafsir yang berbagai versi. Selanjutnya, tulisan ini akan membahas kendala lain pelaksanaan Syariah pada umumnya. Kita mulai dengan sumber dari segala sumber hukumnya yaitu Al Quran.

Umumnya, Al Quran bisa dibagi menjadi dua periode berdasarkan tempat turunnya ayat-ayat. Yaitu ayat-ayat Makkiyah,  yang diturunkan di Mekkah (610-622 M) dan ayat-ayat Madaniyah, yang diturunkan di Medinah (622-632).  Ayat-ayat Makkiyah terdiri dari 4.726 ayat dan meliputi 89 surah. Ciri-ciri ayat Makkiyah adalah umumnya pendek-pendek, dimulai dengan "wahai manusia", pembahasan mengenai tauhid dan keimanan, ihwal surga dan neraka, kisah-kisah nabi, pelajaran dan budi pekerti dan berbagai hal mengenai ukhrawi (akhirat).  Ayat-ayat Madaniyah berjumlah 1.510 ayat dan mencakup 25 surah, mempunyai ciri umumnya panjang-panjang (tiwal), diawali dengan "wahai orang-orang beriman" dan kebanyakan berisi hukum-hukum adat atau duniawi yang jelas seperti hukum masyarakat, tatanegara, perang, internasional, hukum antar agama dan sebagainya serta banyak membicarakan mengenai kaum Muhajirin (orang yang berhijrah), kaum Anshar, kaum munafik dan ahli kitab.  (Sumber dari islamobile.net)
Dari situ jelas terlihat bahwa ayat-ayat yang turun di Mekkah lebih banyak membahas mengenai keyakinan, sedangkan ayat-ayat yang turun kemudian di Madinah lebih banyak membahas mengenai kehidupan sosial dan politik. Jadi, Hukum Syariah, apabila permasalahannya mengenai kehidupan sosial dan politik, maka ayat-ayat yang kemungkinan besar digunakan adalah ayat-ayat Madaniyah. Namun ada permasalahan di sini. Ayat-ayat Makkiyah, umumnya dimulai dengan "wahai manusia", artinya ditujukan kepada seluruh umat manusia. Sedangkan, ayat-ayat Madaniyah umumnya dimulai dengan "wahai orang-orang beriman (mukmin)". Tentu yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman di sini adalah Kaum Muslim. Bukan yang lain. Dengan kata lain, penerapan Hukum Syariah di Indonesia yang majemuk ini tidak bisa dilakukan, karena sebagian besar hanya ditujukan pada Kaum Muslim.

Namun ada masalah lain yang lebih menyesakkan. Al Quran membagi umat manusia ke dalam dua kategori besar, mukminin, orang-orang yang percaya dan kafir, orang-orang yang tidak percaya. Okelah, ada kategori lain selain itu. Misalnya munafikun, murtadin, ahli kitab dan musyirikun. Namun toh semua itu ujung-ujungnya akan digolongkan ke dalam kelompok kafir juga. Di dalam Al Quran sendiri, perlakuan terhadap mukminin dan kafir berbeda 180 derajat. Sudah pasti mukminin mendapat ridhoi, rahmat, barokah baik di dunia maupun di akhirat sebaliknya kafir dipastikan mendapat azab dunia dan akhirat.  Dengan demikian Syariah tidak dapat diterapkan karena diskriminatif.

Masalah selanjutnya adalah mengenai isi. Sebagian besar dari dasar hukum Syariah, yaitu Al Quran, hadits dan Sirah membicarakan mengenai kafir, ancaman buat kafir, hukuman buat kafir dan perlakukan terhadap kafir. Sudah barang tentu tidak mengenakkan buat kafir. Dari sekedar dikucilkan, dicemooh, dicurigai, dibenci bahkan sampai dengan dihalalkan darahnya. Ini tidak terkecuali ayat-ayat Makkiyah yang relatif lebih lunak dibanding ayat-ayat Madinah. Jadi, bisa dikatakan penerapan Syariah di Indonesia akan sangat merugikan penganut kepercayaan selain Islam.

"Oooh tidak!" Kata beberapa teman, "Bagimu agamamu, bagiku agamaku." (QS Al Kafirun: 6). Kita tidak perlu membahas tafsir ayat ini dari berbagai ahli tafsir. Cukup dikatakan bahwa ayat ini membahas mengenai hubungan antar agama dan menunjukkan toleransi, walaupun minimalis. Namun, di dalam studi mengenai Al Quran, dikenal istilah nasakh (naskh, nasikh), atau pembatalan (abrogation), yang maksudnya ayat yang datang kemudian membatalkan ayat yang datang terdahulu. Perlu diingat bahwa Surah Al Kafirun termasuk surah dalam ayat-ayat Makkiyah yang turun terlebih dahulu dibanding ayat-ayat Madaniyah, yang datang belakangan. Di situ banyak disebutkan mengenai interaksi dengan agama lain juga. Jadi, kejelasan mengenai hubungan antar umat beragama menjadi tidak pasti.

Masih banyak masalah lain yang membuat Syariah tidak cocok di bumi Indonesia (atau di mana pun?). Antara lain mengenai kesetaraan gender, modernisasi, politik, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan. Namun tidak mungkin kita membahas satu per satu semuanya itu. Lagi pula, toh sudah banyak penulis lain yang membahasnya dalam bahasa dan bahasan yang berbeda. Pembahasan di sini hanya sedikit memberikan sudut pandang yang lain yang lebih medasar. Beberapa orang mengatakan, kita kan tidak akan menerapkan Syariah secara total dan akan berusaha seadil-adilnya. Tapi, apa jaminannya? Tidak ada!

Kesimpulan:
Say no to Sharia! Karena sesempurna-sempurnanya hukum yang berasal dari Tuhan, jauh lebih baik hukum yang kita buat sendiri. Karena, apabila ternyata tidak benar bisa direvisi dan bila ternyata  sudah tidak sesuai bisa diganti. Hukum Tuhan, siapa yang berani merevisi?

Akhirul kalam, wal bilahi taufik wal hidayah, wasalamu alaikum waruma dulahi wabara katuh.
Walha wualam bisowab.

Ditulis dari berbagai sumber: wikipedia, media.isnet.org, ukhuwahislamiah.com, islamobile.net, opposemosqueatgroundzero.wordpress.com dll

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun