[caption id="attachment_337857" align="aligncenter" width="150" caption="play.google.com"][/caption]
Menurut Para Ulama, dan dipercaya oleh sebagian besar Umat Muslim, Hukum Syariah adalah hukum yang sempurna, universal dan abadi, cocok untuk segala bangsa dan segala usia, sesuai untuk segala jaman dan lengkap selengkap-lengkapnya, karena berasal dari Allah Taalla. Syariah didasarkan pada ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Sunnah. Al-Quran memuat sabda Allah yang diturunkan kepada Nabi, sedangkan Sunnah adalah perbuatan dan perkataan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sunnah bisa bersumber pada hadits, yaitu kumpulan perkataan dan perbuatan Nabi dan Sirah yang adalah sejarah Nabi.
Hadits sendiri mempunyai banyak sekali versi dan dikategorikan dalam beberapa tingkat menurut keasliannya. Ada banyak sekali tingkatnya,, tetapi yang paling penting hanya empat, yaitu sahih, hasan, dhaif dan maudhu. Hadits sahih adalah hadits yang paling sempurna karena sanadnya (rantainya) tersambung, perawinya (yang meriwayatkan) baik dan matannya (redaksionalnya) tidak mengandung kejanggalan. Hadits hasan sanadnya tersambung, perawinya baik dan adil tapi tidak sempurna ingatannya, dan matannya tidak janggal atau cacat. Hadits dhaif (lemah), adalah hadits yang sanadnya tidak tersambung, perawinya tidak adil dan kurang ingatan dan matannya ada kejanggalan dan cacat. Hadits maudhu (palsu) hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta. Berdasarkan periwayatnya juga banyak sekali. Namun di kalangan ulama Islam yang paling sahih ada dua: Hadits Bukhari dan Hadits Muslim.
Sedangkan sirah, atau sejarah Nabi, atau sering disebut sebagai Sirah Nabawiyah adalah fakta-fakta sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Jadi semacam biografi Rasulullah.. Yang paling sering menjadi rujukan adalah dari Ibn Ishaq. Namun karena tidak satupun salinan yang selamat, kita bisa mendapatkan edisi yang sudah diedit oleh murid-muridnya misalnya oleh Ibn Hisham, Thabari dan lain-lain. Sirah-sirah lain banyak, yang mula-mula adalah Al Zubayr dan Al Zuhri. Ibn Ishaq sendiri adalah murid Al Zuhri. Penulis-penulis kontemporer juga banyak yang menyusun sirah. Misalnya Al-Mubarakfuri, yang karyanya, Ar-Rahiq Al-Makhtum menjadi juara 1 lomba penulisan sirah tahun 1978 di Karachi.
Singkatnya, semua permasalahan di dunia didasarkan pada ke tiga sumber tersebut. Namun, sebagaimana umumnya text, penafsiran masing-masing orang akan berbeda-beda pula. Demikian halnya dengan ketiga sumber naskah tersebut. Al Quran sendiri pun tafsirannya banyak sekali, tapi yang paling penting adalah yang merupakan Tafsir bi al-Matsur, maksudnya paling sahih. Di antaranya adalah karya Ibn Jarir, As Sayuthi, Ibn Kathir, Al Baghawi dll. DLL? Iya karena memang banyak. Belum lagi tafsir yang termasuk golongan Tafsir bir ra'yi, yang dilakukan dengan ijtihad untuk meyesuaikan dengan perkembangan jaman. Dan satu lagi tafsir isyari yang untuk para sufi karena tafsirnya berdasarkan intuisi dan bisikan batin.
Masing-masing tafsir berbeda-beda. Sekedar contoh adalah pernyataan Islam agama yang rahmatan lilalamin, atau rahmat sekalian alam. Dasar dari pernyataan itu ada di
QS. Al Anbiya: 107: Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia.
Ibnu Qayyim menafsirkan bahwa yang mengikuti Nabi akan mendapat kemuliaan dunia akhirat, yang kafir dan memerangi Nabi mendapat manfaat segera mati saja karena itu lebih baik, kafir yang terikat perjanjian manfaatnya mendapat perlindungan, dengan syarat-syarat pastinya, dan yang munafik terjaga darah, harta, keluarga dan kehormatannya saja. Jadi semua dapat manfaat. Ibaratnya seperti obat, yang minum sembuh, yang tidak ya tidak sembuh, tapi obat tetap obat.
Tentang ayat tersebut, tafsir Thabari jika diringkas sbb.: rahmat bagi orang beriman (mukmin) adalah masuk surga sedangkan rahmat bagi kafir adalah tidak disegerakan bencana. Sedangkan Qurthubi mengutip Ibnu Zaid yang berkata, "Yang dimaksud ‘seluruh manusia’ dalam ayat ini adalah hanya orang-orang yang beriman". Masih banyak lagi tafsir-tafsir mengenai ayat tersebut. Jadi, kalau ada yang berkata, saya menganut Islam yang rahmatan lilalamin, kita mesti tanya tafsir yang dipakai atau yang dimaksud yang mana, karena kita tidak pernah tahu. Itu baru satu ayat saja.
Untuk semakin menambah puyeng, hadits Bukhari, atau Sahih Bukhari, karena memang paling sahih, pun terdiri dari 70 kitab menurut terjemahan Ahmad Sunarto. Aslinya, Bukhari berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 300.000 hadits. Dari 300.000 itu, dia menemukan 2.602 yang sahih. Dan yang kita miliki sekarang ada sekitar 7.275 hadits, namun terdapat sekitar 4.000 hadits yang mirip. Itu baru hadits Bukhari saja. Hadits-hadits lain masih sangat banyak dan semuanya seperti itu atau lebih kacau lagi, karena memang kualitasnya tidak lebih baik.
Dengan melihat dasar dari Hukum Syariah yang amat banyak tersebut, tentu kita tidak akan sempat untuk menghapalkannya, apalagi untuk memahami dan menafsirkannya. Padahal, selain mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah sosial, teks-teks tersebut juga mengatur secara detil hal-hal yang individual dan sangat pribadi. Istilahnya, dari bagaimana kita bangun dari tidur sampai ke bagaimana kita bangun tidur lagi. Begitu seterusnya. Oleh karena itu, pelaksanaan Hukum Syariah perlu lembaga khusus, kalau di Indonesia namanya MUI, yang mengkaji segala aspek kehidupan dan meluruskannya sesuai dengan dasar Hukum Syariah, tentu dengan tafsirnya sendiri juga. Di sinilah kemudian muncul yang namanya fatwa. Selain itu, fatwa juga berguna untuk menyelesaikan hal-hal yang tidak terdapat dalam Al-Quran atau Sunnah. Maklum, karena itu kan sudah 14 abad lampau. Misalnya internet, haram atau halalkah internet itu? Tentu fatwa seperti ini harus pula didasarkan pada hadits atau sunnah yang mirip, atau yang mendekati mirip dengan itu.
Fatwa tidak jarang menimbukan kontroversi. Misalnya, fatwa haram hukumnya memberikan ucapan selamat natal dan tahun baru. Dan yang paling muthakir fatwa MUI tentang larangan memakai jilboobs. Fatwa-fatwa seperti ini jelas menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Di dunia maya kita bisa dengan mudah menemukan berbagai macam fatwa unik dan aneh. Misalnya, fatwa halal hukumnya menyusui teman sekantor. Fatwa ini dikeluarkan oleh seorang ulama sekaligus guru besar Al Azhar Kairo. Ada juga fatwa yang mengharamkan pendaratan di Mars. Nah loe!
Di Indonesia, pengaruh Syariah terutama masuk melalui penerapannya dalam undang-undang, peraturan negara dan daerah. Misalnya, Undang Undang Perbankan Syariah dan perda-perda berbasis syariah. Kita tentu masih ingat tentang perda Aceh yang melarang perempuan naik motor secara mengangkang. Penerapan Syariah terkadang tanpa kita sadari juga masuk melalui pasal-pasal dalam undang-undang dan peraturan. Ini menyangkut segala bidang, baik perkawinan, pertanahan, koperasi dan lain sebagainya. Di instansi-instansi, sekolah-sekolah, rumah sakit dan bahkan toko pun banyak ditemui penerapan syariah.
Pertanyaan kemudian adalah: apakah Syariah cocok dan bisa diterapkan di Indonesia? dan apa pengaruhnya bagi non Muslim? Kita akan membahasnya di lain kesempatan. Ok?