1.1 RUMUSAN FENOMENAÂ
"Sembilan orang nelayan ditetapkan sebagai tersangka setelah mengeroyok satu orang yang diduga pencuri hingga korban tewas di kawasan Pelabuhan Jongor, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, pasa Selasa (25/8/2020) lalu. Kapolres Tegal Kota AKBP Rita Wulandari melalui Kapolsek Tegal Barat Kompol Evi Wijayatni mengatakan, kesembilan tersangka memiliki peran masingmasing saat menganiaya korban Suhar (38) warga Desa Ujungrusi, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. "Semua ada sembilan orang. Masing-masing memiliki peran, ada yang memukul dan menendang," kata Kapolsek Tegal Barat Kompol Evi Wijayatni, dalam konferensi pers di Mapolsek Tegal Barat, Kamis (27/8/2020).1 "Â
Kutipan berita diatas menunjukkan kejadian mengenai penghakiman massal yang dilakukan secara semena-mena atau sepihak (main hakim sendiri) terhadap seorang yang diduga melakukan tindakan pencurian. Penghakiman massal itu sendiri dilakukan oleh sembilan orang nelayan yang merasa tersulut emosinya dan kemudian menghajar tersangka (terduga) pencurian itu hingga membuatnya merenggut nyawa.Â
kejadian bermula, saat para tersangka memergoki korban tengah membawa dinamo kapal. Mereka menduga barang yang dibawa korban merupakan hasil mencuri. "Awalnya korban diduga mencuri dinamo kapal. Kemudian kepergok, dan ditangkap oleh mereka. Saat mau ditanyain terjadilah keributan," terang Evi.Â
Usai dikeroyok, korban ditinggalkan para tersangka tergeletak seorang diri2 . Sembilan tersangka kini menghuni sel Mapolres Tegal Kota untuk menghadapi hukuman yang akan menjerat mereka. Di beritakan juga, bahwa kejadian pencurian itu (diakui tersangka) tidak hanya terjadi satu hingga dua kali, namun sudah sering terjadi dan dilakukan oleh orang yang sama. Sekiranya, inilah motif yang mendorong para nelayan melakukan aksi penghakiman massal secara sepihak itu.
1.2 RUMUSAN PERMASALAHANÂ
Permasalahan yang ditangkap oleh penulis disini adalah bahwa fenomena penghakiman massal secara sepihak ini, kerap terjadi di tengah kehidupan masyarakat Indonesia dan sangatlah meresahkan baik dari pihak keluarga korban penghakiman maupun juga bagi beberapa pihak lain yang ingin agar para pelaku kriminalitas diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.Â
Apa yang ditangkap disini adalah permasalahan bahwa masyarakat kerap melakukan penghakiman massal secara sepihak padahal negara Indonesia memiliki aturan hukum yang harus diikuti dan bukannya menghakimi di tempat hanya berdasarkan mengikuti emosi. Disini penulis hendak mengangkat permasalahan atau fenomena yang kerap meresahkan masyarakat Indonesia dan melihatnya dari segi filsafat etika moral yang digagas oleh salah seorang filsuf.Â
Seringkali, alasan para pelaku penghakiman massal secara sepihak adalah karena tindakan kriminal yang dilakukan oleh yang bersangkutan telah berulang kali meresahkan warga dan pada akhirnya mereka tidak memiliki pilihan lain selain turun tangan dan melakukan penghakiman massal kepada pelaku, yang mana tidak jarang para pelaku harus kehilangan nyawanya. Pertanyaan yang mendasari penulis untuk mengangkat tema ini adalah sebagai berikut: bagaimanakah bidang etika moral (kajian filsafat) dalam hal ini melihat fenomena penghakiman massal yang dilakukan secara sepihak di tengah kehidupan masyarakat Indonesia? Â
2.1 TEORI FILSAFAT MORAL: RICHARD MERVYN HAREÂ
Richard Mervyn Hare (1919-2002) adalah seorang filsuf etika moral yang berasal dari Inggris. Richard Mervyn Hare juga seorang dosen di Universitas Oford. Dia menjadi dosen di sana sejak tahun 1966 sampai tahun 1983. Setelah itu, dia menjadi dosen di Universitas Florida untuk beberapa tahun lamanya.Â