Mohon tunggu...
Duke Fajar
Duke Fajar Mohon Tunggu... -

Male, Indonesian. Jakarta. Other blog: http://duke-fajar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Gema Dering Ponsel di Pedesaan

29 Januari 2010   20:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:11 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_64387" align="alignleft" width="211" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

PANJALU adalah sebuah kecamatan di pinggiran Kabupaten Ciamis Jawa Barat, untuk menuju ke kota kabupaten kita harus menempuh jarak sekitar 15-20 km. Sebagian besar penduduk di wilayah kecamatan yang terkenal dengan keindahan Situ Lengkongnya ini hidup dari hasil pertanian, perkebunan dan perikanan darat, baik sebagai pemilik lahan maupun sebagai tenaga buruh tani.

Sebagian lainnya yang didominasi oleh kaum muda lebih memilih hidup merantau di kota-kota besar seperti Bandung dan JABODETABEK. Bidang usaha yang digeluti biasanya adalah toko bahan bangunan, bengkel las dan toko barang antik, karena itu agak sulit menemukan pemuda-pemudi usia produktif di desa-desa Panjalu. Di pedesaan yang tinggal umumnya hanya orang-orang tua dan anak-anak usia sekolah dasar sampai sekolah menengah.

Suasana lengang akan berubah hiruk-pikuk manakala Hari Lebaran dan Nyangku tiba, Nyangku adalah suatu prosesi adat penyucian benda-benda pusaka peninggalan Prabu Borosngora yang dipercaya sebagai penyebar Islam dan leluhur orang Panjalu Ciamis, upacara ini diselengarakan pada setiap bulan Mulud atau Rabiul Awal, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Saat hari Lebaran dan Nyangku tiba, para perantau ini secara serempak pulang ke kampung halaman mereka untuk merayakan kedua hari besar itu sekaligus bertemu melepas rindu dengan anggota keluarga dan handai taulan.

Meskipun secara geografis terletak jauh dari kota kabupaten bahkan berada di lereng Gunung Sawal, perkembangan penggunaan telepon seluler (ponsel) sepertinya sudah menjadi bagian hidup sehari-hari di kalangan masyarakat pedesaan ini. Sepuluh tahun yang lalu kita tidak bisa membayangkan bila hampir di setiap rumah atau kepala keluarga penduduk desa-desa di Panjalu sekarang memiliki ponsel sebagai alat komunikasi. Hal ini tentunya tidak lepas dari semakin terjangkaunya harga ponsel disertai penurunan tarif bicara maupun sms yang semakin murah.

HRM Tisna (70), purnawirawan perwira TNI AD memilih menggunakan ponsel sejak dua tahun yang lalu karena telepon rumahnya mengalami gangguan selama berbulan-bulan tanpa ada perbaikan, kabarnya hal ini disebabkan oleh maraknya pencurian kabel telepon oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab. Sekarang ia tidak berminat untuk menggunakan telepon rumah kembali karena penggunaan ponsel dianggapnya lebih praktis dan nyaman.

Pria tinggi besar berambut perak ini tidak perlu lagi bersusah payah membayar tagihan telepon ke kantor pembayaran telepon di kota setiap bulannya karena secara berkala putera-puterinya yang berada di Jakarta mentransfer sejumlah pulsa ke nomor ponselnya, selain itu orang tua yang kerap disapa Pak Kolonel oleh para tetangganya ini jadi lebih mudah menghubungi dan dihubungi anak-anak dan cucunya kapanpun dan dimanapun ia berada.

Penggunaan ponsel juga ternyata telah merata di semua lapisan masyarakat, Abad (27) seorang pengojek sepeda motor sangat terbantu semenjak menggunakan ponsel tiga tahun yang lalu. Sebelum menggunakan ponsel biasanya ia lebih sering menunggu penumpang di pangkalan ojek, tapi sekarang para pelanggan cukup mengontak nomor ponselnya untuk keperluan jasa ojek sepeda motornya, oleh karena itu pria berambut cepak ini tidak harus terlalu sering atau berlama-lama nongkrong di pangkalan ojek.

Tentunya hal ini didukung oleh sikapnya yang jujur, sopan dan rajin, ia juga tidak pernah mematok tarif jasa transportasinya, kadang-kadang pelanggannya bahkan ada yang menunda pembayaran alias berhutang padanya, tapi karena sikapnya itu, Abad menjadi favorit bagi para pengguna jasa ojek sepeda motor.

"Setiap hari saya paling sedikit harus membawa uang ke rumah tiga puluh sampai lima puluh ribu rupiah", ujarnya, "yang penting ada buat keperluan dapur dan mencicil sepeda motor", tambah ayah dua anak ini. Tetapi sepertinya usaha ojek sepeda motornya itu berjalan dengan lancar, sebagai bukti di samping rumahnya terparkir dua unit sepeda motor. "Yang satu ini sudah lunas", tukasnya sembari menunjuk sepeda motor lamanya.

Lain halnya dengan Hj Siti Fatimah (70) yang kerap disapa Bu Haji, dengan adanya ponsel ia bisa lebih mudah menjual hasil kebunnya seperti kelapa, alpukat, kayu albasiah, cengkeh dan lain-lain kepada para pembeli atau pengepul. Ia juga bisa lebih mudah memanggil Mantri Kesehatan yang bertugas di Puskesmas untuk memeriksa tekanan darah dan kadar gulanya secara berkala karena semenjak terkena serangan stroke ia tidak dapat bepergian jauh dari rumahnya.

Encu Samsudin (48) punya cerita yang lain lagi, bapak lima orang anak yang juga menjabat sebagai kepala dusun ini sekarang tak bisa lepas lagi dari ponselnya. Awalnya ia menggunakan ponsel karena terdesak kebutuhan untuk mengontrol keberadaan puteri pertamanya yang bersekolah di Jakarta dan sekarang sudah menjadi seorang pramugari.

Sekarang kemanapun ia pergi ponsel kesayangannya selalu terselip di saku jaketnya, "Ini sudah ponsel yang kelima", ujarnya sambil tersenyum, keempat ponsel yang lainnya sudah raib karena tercebur ke kolam ikan, tertinggal di bus antarkota sewaktu ke Jakarta, terjatuh hingga pecah sewaktu mengendarai sepeda motor dan yang terakhir dihibahkan kepada puteri keempatnya yang bersekolah di SMP.

Pria mantan jawara ini mengakui usaha memasok kayu untuk toko bahan bangunan yang dijalaninya semakin lancar berkat adanya ponsel, begitu juga dengan penjualan hasil panen ikan air tawar dari kolam miliknya. Berkah lainnya adalah hubungan koordinasinya dengan para pejabat di desa, kecamatan dan kabupaten semakin baik, begitu juga dengan jajaran di bawah dan masyarakat yang dipimpinnyanya sehingga dusunnya kerap mendapat penghargaan atas berbagai prestasi.

Dari kisah orang-orang ini terlihat sedikit-banyak terlihat ada hubungan atau kaitan baik secara langsung maupun tidak langsung antara tarif telekomunikasi yang semakin murah dengan peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat Indonesia khususnya di pedesaan. Masyarakat yang sebelumnya mengalami keterbatasan akses telekomunikasi karena infrastruktur yang belum memadai seperti jaringan telepon rumah yang terbatas karena kondisi geografi dan jarak yang jauh dari pusat pemerintahan, sekarang bergerak mengejar ketertinggalannya dengan masyarakat perkotaan yang sudah lebih dulu menikmati kemudahan akses bertelekomunikasi ini.

Pengguna Ponsel Capai 100 Juta

Pertumbuhan dan perkembangan sektor telekomunikasi di Indonesia melaju cukup pesat. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) memperkirakan, jumlah pengguna telepon seluler (ponsel), baik 2G dan 3G mencapai di atas 100 juta di tahun 2011.

Perincian prediksi BRTI, yang disampaikan oleh anggota Komisi BRTI, Heru Sutadi kepada SP, pada Selasa (10/6) di Jakarta, pengguna ponsel jaringan telepon tetap (Public Switched Telephone Network/PSTN) hingga akhir 2007 mencapai 9 juta dan akan meningkat menjadi sekitar 10,9 juta pada tahun 2011.

"Untuk telepon tetap nirkabel (fixed wireless access/FWA) akan mencapai 23 juta pengguna di 2011, sedangkan pada akhir 2007 sudah berada pada jumlah 7,9 juta. begitu juga dengan pengguna FWA dan selular (3G) dan selular (2G) secara berturut-turut pada 2011, yaitu 35,5 juta dan 95,5 juta. Sedangkan di akhir 2007 masih berada pada posisi 3 juta dan 69,7 juta," urainya berprediksi.

Proses yang dijalani BRTI untuk mendapatkan prediksi angka tersebut, dikatakan Heru, dengan memprediksi tingkat kenaikan pertumbuhan grup pengguna ponsel per tahun. Sementara itu, dinyatakan Heru, jumlah pengguna ponsel di Indonesia termasuk dalam posisi tinggi di tingkat dunia, tak lepas hubungannya dengan jumlah penduduk yang ada di Indonesia.

"Dapat dilihat, kalau dulu hanya kalangan tertentu, serta berada di wilayah kota saja yang menggunakan ponsel, maka saat ini, sudah lebih luas dari itu. Mulai dari orang dari berbagai profesi, yang berada di pedesaan, dan juga anak-anak kecil sudah dengan leluasa dapat menggunakan ponsel," ujar Heru.

Oleh karena itu, dikatakan Heru, para operator ponsel pun dituntut untuk dapat memberi layanan yang lebih baik. Contohnya, dengan memberi penawaran tarif terjangkau. Saat ini, hal itu dapat dilihat dengan berbagai promo dari operator dengan tawaran bersaing.

"Namun, dapat dilihat juga bahwa persaingan yang terjadi di antara operator selular memiliki segmentasi yang berbeda. Tentunya diharapkan, persaingan yang terjadi dapat berlangsung dengan sehat," tuturnya.

Menurut Heru, dalam menetapkan tarif, operator hendaknya tidak mengambil untung terlalu tinggi dan bebankan masyarakat hanya sesuai dengan layanan yang digunakan. Untuk itulah, pada beberapa waktu lalu diterapkan penetapan tarif jasa selular sesuai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9/PER/M.KOMINFO/4/2008. Demikian tutur berita Suara Pembaruan Online, 11 Juni 2008.

Beberapa tahun kedepan jika tarif koneksi internet juga semakin murah maka kemungkinan masyarakat pedesaan juga akan semakin akrab dengan jaringan online internet seperti mereka menggunakan ponsel sekarang. Dengan begitu mereka jadi lebih mudah mengakses berbagai informasi yang berkaitan dengan kebutuhan nafkah hidup mereka sehari-hari seperti informasi cuaca dan masa tanam atau masa panen, harga-harga komoditi hasil pertanian dan perkebunan, metode-metode pertanian dan perkebunan terbaru serta informasi terkait lainnya.

(Duke Fajar/30/01/10)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun