Urut : 41
Sayangku. Tahukah kamu, hidup di perantauan karena tuntutan periuk kita, apalagi dari kota besar ke kota kecil nun jauh dari peradaban sangat tidak mengenakkan. Aku harus benar-benar berjuang merajut hati untuk membungkam riak rindu. Pada rumah kita. Pada anak-anak kita, teristimewa padamu tempat mimpi dan harapan kusandarkan.
Aku tak menyesal kamu tak selalu menemaniku. Karena inilah pilihan. Agar aku leluasa mencari makna-makna. Untuk mengukur seberapa luas kadar cinta yang telah tertanam. Untuk memancarkan bangsa agar bias cahaya surya mampu menyelinap mengusir serpihan rembulan purnama. Biasanya, disaat sendiri seperti ini, aku merasakan balur-balur sukma penghantar rindu menyengat menumbuhkan semangat agar terus berbuat menebar manfaat.
=====
Sayangku. Pagi ini mentari bersinar cerah, kabut asap sudah diterbangkan angin ke selatan atau mungkin hujan telah memadamkan bara di belantara hutan. Langit kokoh menyemarakkan birunya. Ini adalah minggu pertama kuhabiskan di kota ini. Aku tak pulang mengunjungimu, juga tak dapat menyambangimu, tolong sampaikan puisi-puisi rinduku untuk anak-anak kita, juga katakan tentang denting gitar yang selalu kupetik di setiap malam buta.
Sebenarnya aku sangat ingin pulang. Untuk bercengkerama walau hanya sepenggal senja. Sekedar menghangatkan dingin yang musimnya memulai atau memandang kehijauan rumput menutupi tanah menghujamkan pedih. Dari rasa galau tak berpangkal, hatiku mulai disusupi ruang-ruang hampa. Yang padanya rinai-rinai kosong itu menyayatkan sembilu pilu ingin jumpa.
=====
Sayangku. Kini minggu ketiga. Tanpa sadar, ruang kosong itu perlahan terpadatkan oleh hadirnya seseorang. Ia mampu meneteskan air jernih kesetiap gelembung-gelembungnya. Ia tuangkan gelas-gelas cinta dari setiap hausku. Bahkan ia curahkan pesona mimpi di setiap tidurku.
Ia datang disaat yang tepat. Saat resah menggalaukan jiwa. Saat hari-hari dipenuhi kelabu rindu tak tersampaikan. Ia menjelma bagaikan kupu-kupu matang menawan. Yang warnanya menyejukkan pandang mata hingga menyentuh palung hati mengusik gelisah. Ia tak secantik kamu. Juga tak seelok pekertimu. Tapi ia hadir disetiap butuhku. Dan datang di setiap gejolak darahku.
Aku merindukan kamu, tapi senyumnya yang menghampiriku. Aku menginginkan kamu, tapi kasihnya yang mendekapku. Aku sangat ingin memelukmu disaat-saat rangka masalah menghajarku, tapi perhatiannya yang menghangati gigilku.
=====