Orang-orang sedang bergembira. Suasana asri masih terasa di perumahan itu. Anak-anak muda bersenandung dalam cumbu gotong-royong.
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh datangnya utusan pemerintah. Semua harus pindah dari rumah dinas. Mereka berkumpul menentang dengan nafas mengerang pada kaki telanjang.
“Ini rumah kita!” pekik mereka
“Sudah puluhan tahun kita tinggal di sini, banyak uang keluar untuk memperbaikinya” teriak lainnya
“Rumah dinas diperuntukkan bagi yang masih berdinas saja” salah seorang memberi penjelasan
Tapi para penduduk tidak mau terima. Amarah mereka bergemeretak membakar hening, lalu sunyi, tatapan nanar dan mata memerah.
Aku menyeruak diantara kerumunan. Bagai elang perkasa meninggalkan tahta kuketuk pintu kesadaran penghuni rumah.
“Kita pun salah, kenapa harus diperbaiki rumah yang bukan milik kita” ajakku tercekat.
“Mari kita pindah ke tempat-tempat pengungsian” lanjutku lagi.
“Kami tak mau pindah, kalau kau mau pindah silahkan saja, jangan ajak kami” kata seseorang marah
Duk. Tiba-tiba sesuatu menimpa kepalaku. Aku pun terjatuh, tak ingat apa-apa lagi….