Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Fiksi Penggemar RTC) Muak.

10 September 2015   23:04 Diperbarui: 10 September 2015   23:49 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berjalan terseok dengan pandangan kosong. Kebencian, hinaan, dan keputusasaan merasuki pikiranku. Aku merasa disepelekan, diabaikan dan tidak berguna. Dan lagi-lagi bulu kudukku berdiri saat kulihat bayangan Dayat muncul di eskalator tepat ketika aku hendak menuruninya.

Aku tersandung, tubuhku linglung dan terjerembab. Dengan sigap Dayat meraih tubuhku. Aku berdiri dengan susah payah, walaupun ia membantu dan memapahku namun aku masih belum melupakan rasa keterpurukkan dari kesia-siaan yang ia ciptakan.

“Lama sekali aku menunggumu”. Aku bersuara serak

“Maafkan aku Isti. Aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku”. Jawabnya

“Kali ini kumaafkan”. Kataku mencoba tersenyum.

===

Aku terengah-engah menyeruak diantara kerumunan orang-orang. Kulihat Dayat sedang mengumbar senyum sambil sesekali melayani cewek-cewek yang ingin selfie dengannya. Bodoh sekali aku, aku tak mengerti artinya kepedihan yang tersirat di wajah Dayat. Aku tak mengerti kenapa air mataku mengalir. Aku tak mengerti kenapa orang-orang memandangnya secara membabi buta. Yang aku mengerti, Dayat harus selalu bersamaku. Ada untukku. Dan hanya berdua denganku.

Kutarik tangannya keluar dari lingkaran orang-orang yang mengelilingi. Aku membawanya ke Mall tempat kami biasa bertemu. Aku merasa nyaman bila bersamanya di Mall ini. Mataku memandang ke sekeliling Mall yang sudah sepi. Kurebahkan kepalaku di pundak Dayat. Sebuah bayangan berkelebat. Sepintas ia mirip Dayat.

Aku berdiri memandanginya. Lalu mengalihkan pada Dayat secara bergantian.

“Kalian sangat mirip”. Suaraku bergetar lirih.

“Kami bersaudara”. Kata bayangan di ujung sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun