Dues K. Arbain No. 031
Terpekur aku menatap cermin yang mengisahkan lorong-lorong waktu tertempuh. Terlihat seraut wajah buram yang ternoda oleh tetes air yang dihantar sayatan sembilu. Paras cantikku mengembun hingga membias bersama jelaga dalam tak berdaya. Aku menyesali segala laku yang ditopang irisan geliat hawa nafsu.
Dulu, aku begitu inginnya terkenal layaknya seorang selebriti. Membayangkan burung-burung malam mengejar bidadari. Seperti api sekam yang memendam kobaran cemburu. Seperti riak ombak yang menawarkan selera rasa duniawi. Seperti cibiran debu yang mengejapkan mata penghuni mimpi.
Lalu, aku pun mengepakkan sayap terbang menggigil tak mengembang. Karena awan tak mengharap diriku datang. Juga langit tak ingin nafsuku menggigit. Meski ketukan harap terus mengusik khayal, namun isakan hujan dari sang dewi langit telah melebur cita ke tanah lumpur.
Wajah bumi maya perlahan kugenggam. Para penggugah media sosial mulai tersapa dalam setiap hamparan diksi kata yang kusayat di laman terkemuka. Rasa berbinar tatkala sambutan hangat menyapa dari jagat semesta yang seakan mengelukanku bak selebrita ternama. Aku laksana sekuntum bunga nirmala yang menunggu musim petik takdir dipenghujung asa.
Namun pernik-pernik hidup tidaklah seberkilau terang mernorehkan cahaya malam. Bulan yang kusapa termangu jatuh diantara lalu lalang redup takdir. Terang harap tak jua menyapa lama. Dan virus gila sudah tebarkan karma menjejakkan bulir-bulir kisah.
Â
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Fiksi Fantasi
Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community
   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H