Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pegawai Bank Ini, Tak Mau Menerima Tip's Dari Nasabah

1 November 2013   14:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:44 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman sekarang manusia hidup butuh uang. Tak ada uang nasib terpanggang. Ada uang akan disanjung banyak orang. Uang begitu merangsang. Bagi yang ingin berkuasa maupun yang terbuang. Keadilan bisa tertumbang. Juga dapat menjungkirkan kasih sayang. Uang memang bikin melayang bagi yang sudah mabuk kepayang.

Namun ternyata tidak semuanya rakus akan uang. Masih banyak orang mencarinya dengan benar tanpa harus terjun ke jurang. Seperti yang pagi tadi aku alami di sebuah bank. Ceritanya begini. Sekitar sebulan yang lalu seorang pekerja lapangan bank mendatangiku. Ia masih muda, tak beda jauh dari anakku. Ia memperkenalkan diri sambil bercerita kondisi ekonomi saat ini. Lalu percakapan pun masuk ke jenis usaha yang aku jalani, yaitu pengumpul pinang.Ia sangat menguasai bidang itu. Termasuk juga tata kelola perdagangan. Ia mengenal banyak jaringan di kota besar maupun negeri seberang. Sungguh luar biasa.

Ketika datang kedua kali, ia mulai menawarkan pinjaman. Awalnya aku tak tertarik. Tapi lama kelamaan, dengan kesopanan dan keantusiasannya memperhatikan usahaku. Aku pun simpati dan berkeinginan mengembangkan lokasi usaha ke sudut kota untuk menampung pinang di daerah pinggiran. Aku minta penjelasan, rupa apa dari bentuk pinjaman yang ia tawarkan.

Dari semua penjelasannya, aku tertarik dengan KUR, Kredit Usaha Rakyat. Kredit ini dapat diberikan padaku, karena pertama aku belum pernah meminjam uang di bank. Kedua, usahaku masih belum genap berjalan dua tahun. Tapi, ada yang mengganjal. Petugas bank tersebut tetap mengharuskanku menyerahkan jaminan. Aku minta penjelasan, karena sepanjang yang aku tahu KUR tidak perlu jaminan.

Lalu dengan gamblang ia berkata : “memang KUR adalah program pemerintah. Melalui PT Askrindo atau PT Jamkrindo, pemerintah menjamin 70% dari sisa pinjaman apabila wanprestasi atau gagal bayar. Lalu 30% mutlak resiko yang ditanggung bank. Oleh sebab itu bank tetap memerlukan jaminan untuk yang 30% tersebut, khusus pinjaman KUR yang nilainya di atas Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Sedangkan di bawah angka tersebut mereka tidak meminta jaminan.

“Lho bukannya kredit itu bermakna kepercayaan? Kenapa tetap ada jaminan?” Tanyaku lagi.

“Benar Pak, kepercayaan itu harus dimiliki oleh kedua belah pihak. Pihak bank percaya untuk menyerahkan sejumlah uang yang diminta sampai batas waktu yang disepakati untuk dikembalikan, dan pihak debitur pun percaya menyerahkan sebagian hartanya sebagai jaminan dan ungkapan akan keseriusannya dalam mengelolah uang yang ia pinjam dari bank” jawab petugas tersebut dengan diplomatis.

Mendengar argumennya hatiku tersentuh dan menerima. Maka kuserahkanlah berkas-berkas yang diminta untuk diproses lebih lanjut. Dan tidak sampai satu minggu setelah kelengkapan berkas diterimanya, aku mendapat khabar bahwa hari ini kredit sudah bisa dicairkan. “Alhamduillah” bisikku. Artinya, aku dapat menindaklanjuti gudang yang sudah aku sewa tiga hari yang lalu untuk segera dijalankan sebagai tempat usaha yang baru.

Karena merasa gembira dan senangnya, isteriku membisikan padaku agar memberi tips sekedar uang lelah kepada petugas lapangan tersebut. Tapi apa lacur. Amplop yang berisi uang tersebut dikembalikan dengan sopan.

“Maaf Pak, kami tidak boleh menerima pemberian nasabah” jawab petugas tersebut.

“Pemberian ini anggap saja dari orang tua untuk anaknya” kataku lagi.

“Kalau begitu berikan pada anak bapak saja, karena saya pegawai bank pak” jawabnya lagi.

“Maaf kalau begitu nak” kataku

“Iya, nggap apa-apa Pak, yang penting bapak jaga performance kredit ini supaya lancar, biar nanti dapat kita tambah terus jika usaha bapak sudah besar” katanya sambil tersenyum

“Baiklah, terima kasih ya nak” kataku lagi

Dari kejadian tersebut, saya berpikir, andai semua petugas perusahaan yang berhubungan langsung dengan masyarakat maupun pelayanan pemerintahan seperti petugas bank tersebut. Oh, alangkah indahnya hidup di nusantara ini. Semogalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun