“What? Jadi nilai uang akan dipangkas?”
“Bukan dipangkas bro, tapi disesuaikan”
“Tapi kan sama aja, duit gua satu jiti berubah jadi sereben”
“Iya, tapi barang juga akan menyesuaikan harganya”
“Apa bisa?”
“Ya, bisalah. Nanti kan pengawasannya merata”
“Oleh siapa?”
“Semua unsur lapisan masyarakat lah”
“Nggak yakin aku...”
“Koq?”
“Ya iyalah.... kalau aku beli tanah sekarang seharga satu milyar, kemudian lima tahun kemudian aku mau jual, apa mungkin aku mau melepasnya dengan harga seratus juta atau dua ratus juta? Pasti nggaklah, iya kan?”
“Jadi kamu mau jual berapa?”
“Di atas satu “M” lah, aku kan mau untung”
“Artinya dua “M” gitu?”
“Maybe”
“Hoalah...harga tanah nantinya pasti akan melonjak ya bro”
“Pastilah, rumah, tanah, kebun dan sebangsanya menjadi suka-suka yang punya menetapkan harganya”
“Kalau gitu, kita beli sekarang aja bro tanahnya”
“Dimana?”
“Di Bogor pinggiran dikit gitu”
“Emang masih ada?
“Ha ha ha......masihlah bro”
“Ayo kita ke sana”
“Masih ada kendala bro”
“Apaan?”
“Uangnya mana?”
Ha ha ha ha ha ha................... ribut-ribut masalah redenominasi, tapi uang juga nggak punya.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H