Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kobarkan Nasionalisme yang Meredup

14 Januari 2015   13:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421192470115947954

Tahun 2015, bangsa Indonesia akan merayakan HUT yang ke 70 tahun pada 17 Agustus mendatang. Untuk kategori manusia, umur 70 tergolong usia tua, namun untuk sebuah bangsa relatif masih muda. Namun bukan masalah muda dan tuanya, tetapi sejauhmana pencapaian yang sudah direngkuh dalam usia tersebut. Pencapaian yang dimaksud adalah seperti apa yang ditargetkan dalam pembukaan UUD 1945 dimana terdapat cita-cita Negara yakni “ membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,

Sudahkan cita-cita bangsa yang digariskan oleh para pendiri bangsa tersebut dicapai? Jawabannya belum sepenuhnya. Masih banyak pekerjaan rumah di dalam negeri yang harus dituntaskan sebelum menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang sejajar dari sisi politik, sosial dan ekonomi dengan bangsa-bangsa lain khususnya Barat. Khususnya dari sisi ekonomi bangsa kita masih tertinggal jauh dengan bangsa Barat.

Pendapatan per kapita bangsa ini masih rendah sehingga 11% pendudukanya masih dibawah garis kemiskinan. Inflasi setiap tahun masih tinggi akibatnya harga –harga barang semakin mahal. Ketergantungan dari sisi impor masih tinggi, baik impor kebutuhan pokok, beras, kedelai, daging dan BBM, dimana semua harga dipathok dengan dollar sehingga jika dollar menguat terhadap rupiah maka harga akan melambung.

Di bidang teknologi, hampir semua produk elektronik dan otomotif dikuasai oleh bangsa Asia Timur, sementara produksi dalam negeri kurang berkembang atau sengaja tidak dikembangkan. BUMN di semua sektor mulai dikuasai asing, khusunya yang menyangkut hajat hidup orang banyak yakni air, tambang, telekomonikasi, perbankan dan sebagainya. Akibatnya mayoritas perusahaan baik negeri atau swasta di tanah air adalah milik asing. Hanya sedikit yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah maupun orang pribumi.

Dari sisi pendidikan, meski sekolah khususnya negeri sudah marak digratiskan, namun belum mampu mencetak SDM yang handal dan mampu bersaing dengan dunia luar. Era teknologi sekarang ini masih dikuasai oleh Barat, hanya sedikit anak bangsa yang bisa berprestasi di dunia luar. Memang ada kebanggan ketika anak-anak muda Indonesia menjadi juara olimpiade matematika, fisika dan sebagainya. Namun itu hanya prestasi yang teoritis bukan aplikatif yang bisa dipraktekan sehingga azas manfaatnya lebih terasa.

Di sisi budaya , apalagi dengan maraknya media televisi dan media sosial, pengaruh budaya Barat telah merenggut hati generasi. Budaya materialisme, hedonisme dan egosime telah menjangkiti anak-anak bangsa saat ini. Akibatnya Kesuksesan selalu diukur dengan materi dan kekuasaan. Adanya teknologi portable terutama gadget, hp dan sebagainya telah menumbuhkan budaya egoisme. Sering kita jumpai di bus, mal, tempat tunggu mereka lebih suka memasang headphone sambil bernyanyi ketimbang berbincang dengan orang lain di sekitarnya, sehingga kepekaan sosial telah hilang.

Nasionalisme yang Memudar

Ketertinggalan bangsa ini atas bangsa lain dikarenakan jiwa nasionalisme yang dimiliki bangsa ini telah memudar. Nasionalisme hanya diyakini sebatas revolusi fisik melawan penjajahan. Nasionalisme saat ini baru terjadi ketika timnas sepakbola melawan kesebelasan di Negara Asean. Nasionalisme baru muncul dan menggebu ketika ada isu yang sensitive dengan Malaysia, baik menyangkut perbatasan maupun TKI.

Itu hanyalah nasionalisme emosial sesaat yang baru melekat pada bangsa ini. Padahal nasionalisme dalam pengertian yang lebih luas sangat dibutuhkan untuk kemajuan. Yakni merasa memiliki bangsa ini secara seutuhnya. Tidak hanya sekadar bereaksi pada saat muncul ancaman tapi juga membesarkan bangsa ini dalam segenap aspek kehidupan. Nasionalisme agar bangsa ini kuat secara ekonomi, maju secara pendidikan, tangguh dalam pertahanan dan berkarakter dalam kebudayaan.

Masing-masing individu harus berperan sesuai dengan kapasitas dan kompetensi. Seorang pendidik harus mampu meningkatkan pengetahuan dan karakter anak didiknya, seorang polisi harus professional dan menegakkan hukum tanpa panda bulu, seorang pegawai negeri harus bekerja keras mengabdi dan melayani masyarakat, seorang pengusaha harus terus berkarya dan mandiri secara ekonomi, seorang penulis bisa membuat ide-idenya melalui goresan pena, dan masih banyak yang lainnya. Dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus tegas dan mendorong kemandirian bangsa.

Setiap anak bangsa harus merasa memiliki dan peduli terhadap kondsi yang terjadi di negeri ini. Jatidiri bangsa harus dikembalikan kepada nilai-nilai luhur yang termaktub dalam dasar Negara Pancasila. Wujud nasionalisme masa kini adalah kemandirian bangsa dalam semua sektor kehidupan, baik itu ekonomi, pendidikan, teknologi, kebudayaan dan sebagainya. Selama bangsa ini masih mengimpor kebutuhan dari luar dan tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri, maka nasionalime yang dicita-citakan para pendiri bangsa hanya isapan jempol belaka.

Dudun Parwanto

Pemerhati Kebangsaan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun