Mohon tunggu...
Hasudungan Hutasoit (Hts S)
Hasudungan Hutasoit (Hts S) Mohon Tunggu... Sales - Kompasianer abal-abal seperti dulu masih

Kalau tidak bisa peluk ayahmu, peluklah anakmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Echo Peri yang Malang dari Yunani dan Saringsaring Mandolok di Tanah Batak

21 Juni 2019   12:05 Diperbarui: 21 Juni 2019   12:17 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Echo merupakan salah satu tokoh yang terdapat dalam kisah tentang bunga indah narcissus. Dia adalah peri kesayangan Artemis, yang karena kecemburuan Hera -- istri Zeus -- dia telah mendapat kutukan dari Hera. Hera mengira suaminya Zeus telah jatuh hati kepada Echo karena dia pernah melihat suaminya itu terlibat obrolan yang menyenangkan dengan Echo. Echo mendapat hukuman tidak boleh berbicara kecuali hanya mengulang-ulang apa yang diucapkan kepadanya -- hanya kata yang terakhir saja.

Narcissus adalah seorang pemuda tampan. Ketampanannya membuat wanita yang melihatnya jatuh cinta seketika. Tapi Narcissus tak sedikit pun memberi hati kepada para wanita itu, sebesar apa pun keinginan mereka untuk memilikinya.

Echo termasuk yang telah jatuh cinta kepada Narcissus. Hukuman dari Hera terasa semakin berat, karena dia tidak bisa menungkapkan isi hatinya kepada pemuda tampan itu. Echo yang jatuh cinta itu selalu mengikuti kemana pun Narcissus pergi, dengan sembunyi-sembunyi. Suatu kali Narcissus memanggil teman-temanya, "Adakah orang di sini?", sahutnya. Echo yang bersembunyi di balik pohon menjawabnya dengan penuh gairah, "Di sini... Di sini..." mengulang kata terakhir yang diucapkan Narcissus. "Kemarilah..." jawab Narcissus. "Kemarilah..." Echo mengulanginya dan mengulurkan tangan keluar dari balik pohon persembunyiaannya.

Tapi Narcissus menjadi marah. Dia merasa jijik dan tidak mengacuhkan Echo, dia segera pergi meninggalkan tempat itu. Echo malu. Sedih. Echo merasa penderitaan yang semakin berat, hingga ia memutuskan menyendiri di sebuah gua yang sepi. Hatinya selalu gelisah. Tak ada yang pernah melihat Echo sejak itu, sehingga dianggap yang tersisa darinya tinggal suaranya.

Di kampung kami banyak perbukitan, tebing-tebing, dan lembah. Sawah-sawah yang dikelola penduduk biasanya ada di lereng gunung atau di lembah yang diapit oleh tebing-tebing. Daerah penggembalaan yang dinamakan adaran biasanya berbatasan dengan tebing. Jika kita berteriak di sana maka suara kita akan bergema. Teriak, "Di sini..." maka suara "Di sini..." akan bergema keliling lembah dua atau tiga kali. Kami percaya suara itu diulang oleh benda bulat sebesar bola kasti yang tertanam di tebing-tebing. Benda bulat itu kami namai Saringsaring Mandolok.

Ditulis oleh: Hasudungan Hutasoit

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun