Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ujian Nasional Wajib "UNBK"

30 Maret 2016   08:19 Diperbarui: 5 April 2016   16:32 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kepala Pusat Pendidikan Kementrian Pendidikan, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D menjelaskan  jumlah semua siswa yang akan ikut Ujian Nasional (UN)  tahun 2016 sebanyak 7,6 juta, mulai jenjang SMP/MTS hingga SMA/SMK/MA.  Ini sebuah jumlah yang sangat besar mengingat mereka adalah para calon penghuni masa depan yang akan mengganti generasi yang hari ini “berkuasa”.

Sebagai pendidik,  penulis sudah sejak lama risau dan galau berat bila  menghadapi UN di setiap beberapa tahun sebelumnya. Mengapa demikan? Coba kita bayangkan betapa kehadiran UN ini pada awalnya telah menjadi “mesin stress”  dan melahirkan stigma populer di lingkukangan masyarakat dengan adanya tim sukses.  Tim sukses ini terstigma pada para pendidik di satuan pendidikan  dengan dalih untuk “menyelamatkan” anak didiknya dari ketidaklulusan.

Bahkan  sebagian besar publik memiliki persepsi negatif terhadap  birokrasi di daerah berkaitan UN. Kepala daerah, kepala dinas, kepala sekolah dan sebagian guru  berperan sebagai “pasukan khusus” yang bertugas menyelamatakan peserta didik dari momok UN. Realitas anomalis ini beberapa tahun yang lalu menjadi persepsi bisu tentang absennya idealisme guru. Mengingat, pada awalnya UN sangat menentukan kelulusan, padahal yang paling mengetahui potensi dan kapasitas peserta didik adalah para gurunya, bukan pemerintah pusat melalui mesin UN-nya.

Kini sudah satu tahun, pada era Menteri Pendidikan Anies Baswedan muncul gerakan baru yang lebih baik  dalam menciptakan kejujuran UN yakni adanya apresiasi terhadap satuan pendidikan yang dideteksi memiliki indeks integritas ujian nasioanl (IIUN). IIUN menjadi pemicu baru yang menjungkirbalikan paradigma sebelumnya tentang hasil UN. Sebelumnya sekolah yang lulus 100% adalah sekolah yang memiliki citra sangat baik dan diekspos dimana-mana bahkan seorang kepala daerah, kepala dinas dan kepala sekolah dianggap berhasil.

Kini, dengan adanya IIUN maka keberhasilan sekolah tidak hanya terletak pada perolehan nilai UN yang tinggi melainkan lebih ideal lagi yakni perolehan indeks kejujuran yang tinggi. Pendidikan adalah proses menanusiakan manusia, membuat manusia jujur  bukan hanya memintarkan  dan mencerdaskan nalarnya. Sangat cerdas Mendikbud Anies Baswedan dengan mengapresiasi setiap kepala sekolah yang memperoleh IIUN tertinggi,  langsung bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo dan mendapat penghargaan.

 Simpulannya  dalam hemat penulis ujian nasional wajib dengan “UNBK” atau Ujian Nasional Berbasis Kejujuran,  bukan hanya Ujian Nasional Berbasis Komputer saja, karena belum bisa diterapkan  di semua sekolah. Namun, “UNBK” yang menjadikan kejujuran sebagai skala prioritas wajib diberlakukan dan diterapkan pada semua satuan pendidikan peserta UN.  Kejujuran/integritas lebih utama dibanding kelulusan karena  kejujuran adalah bagian dari misi pendidikan yang utama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun