Kepala Pusat Pendidikan Kementrian Pendidikan, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D menjelaskan jumlah semua siswa yang akan ikut Ujian Nasional (UN) tahun 2016 sebanyak 7,6 juta, mulai jenjang SMP/MTS hingga SMA/SMK/MA. Ini sebuah jumlah yang sangat besar mengingat mereka adalah para calon penghuni masa depan yang akan mengganti generasi yang hari ini “berkuasa”.
Sebagai pendidik, penulis sudah sejak lama risau dan galau berat bila menghadapi UN di setiap beberapa tahun sebelumnya. Mengapa demikan? Coba kita bayangkan betapa kehadiran UN ini pada awalnya telah menjadi “mesin stress” dan melahirkan stigma populer di lingkukangan masyarakat dengan adanya tim sukses. Tim sukses ini terstigma pada para pendidik di satuan pendidikan dengan dalih untuk “menyelamatkan” anak didiknya dari ketidaklulusan.
Bahkan sebagian besar publik memiliki persepsi negatif terhadap birokrasi di daerah berkaitan UN. Kepala daerah, kepala dinas, kepala sekolah dan sebagian guru berperan sebagai “pasukan khusus” yang bertugas menyelamatakan peserta didik dari momok UN. Realitas anomalis ini beberapa tahun yang lalu menjadi persepsi bisu tentang absennya idealisme guru. Mengingat, pada awalnya UN sangat menentukan kelulusan, padahal yang paling mengetahui potensi dan kapasitas peserta didik adalah para gurunya, bukan pemerintah pusat melalui mesin UN-nya.
Kini sudah satu tahun, pada era Menteri Pendidikan Anies Baswedan muncul gerakan baru yang lebih baik dalam menciptakan kejujuran UN yakni adanya apresiasi terhadap satuan pendidikan yang dideteksi memiliki indeks integritas ujian nasioanl (IIUN). IIUN menjadi pemicu baru yang menjungkirbalikan paradigma sebelumnya tentang hasil UN. Sebelumnya sekolah yang lulus 100% adalah sekolah yang memiliki citra sangat baik dan diekspos dimana-mana bahkan seorang kepala daerah, kepala dinas dan kepala sekolah dianggap berhasil.
Kini, dengan adanya IIUN maka keberhasilan sekolah tidak hanya terletak pada perolehan nilai UN yang tinggi melainkan lebih ideal lagi yakni perolehan indeks kejujuran yang tinggi. Pendidikan adalah proses menanusiakan manusia, membuat manusia jujur bukan hanya memintarkan dan mencerdaskan nalarnya. Sangat cerdas Mendikbud Anies Baswedan dengan mengapresiasi setiap kepala sekolah yang memperoleh IIUN tertinggi, langsung bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo dan mendapat penghargaan.
Simpulannya dalam hemat penulis ujian nasional wajib dengan “UNBK” atau Ujian Nasional Berbasis Kejujuran, bukan hanya Ujian Nasional Berbasis Komputer saja, karena belum bisa diterapkan di semua sekolah. Namun, “UNBK” yang menjadikan kejujuran sebagai skala prioritas wajib diberlakukan dan diterapkan pada semua satuan pendidikan peserta UN. Kejujuran/integritas lebih utama dibanding kelulusan karena kejujuran adalah bagian dari misi pendidikan yang utama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI